Antik Bintari, SIP, MT: "Pemantik Kepedulian Terhadap Kaum Perempuan"

29 Mei 2023, 08:17 WIB
Antik Bintari, SIP, MT: "Pemantik Kepedulian Terhadap Kaum Perempuan" /ISTIMEWA

PENDIDIKAN, OKE FLORES.com - Relasi gender di perguruan tinggi masih menjadi pekerjaan rumah besar di Indonesia yang harus diselesaikan bersama.

Hanya pada tahun 2022, Komnas Perempuan menyajikan data yang menunjukkan bahwa kekerasan seksual pendidikan antara tahun 2015 dan 2021 paling banyak terjadi di perguruan tinggi atau universitas.

Pada tahun 2023, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) melaporkan kekerasan seksual terus terjadi di semua jenjang pendidikan, dengan 27 persen terjadi di perguruan tinggi. 

Jalan yang ditempuh Universitas Padjadjaran (Unpad) untuk menciptakan ruang aman bagi kekerasan seksual akhirnya membuahkan aksi nyata pada 29 Agustus 2022 dengan dibentuknya Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS).

Antik Bintari, SIP, MT (48), adalah salah satu tokoh sentral di baliknya.

Dalam kesehariannya, Antik berprofesi sebagai dosen tetap di Unpad Unpad, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Departemen Ilmu Politik, dengan keahlian di bidang Studi Gender, Pembangunan Politik dan Manajemen Konflik.

Sejak 2009 menjadi research associate di Pusat Penelitian Gender dan Anak Unpad. 

Mahasiswa pascasarjana di Departemen Ilmu Politik Unpad ini memiliki pengalaman puluhan tahun meneliti dan menyelidiki isu-isu terkait gender, perempuan dan anak, khususnya pencegahan kekerasan berbasis gender, perlindungan anak dan pemberdayaan perempuan.

Antik juga menjadi fasilitator nasional Program Kesejahteraan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) dan fasilitator nasional Program Desa Ramah Perempuan Peduli Anak (DRPPA), program yang diprakarsai Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI.

Perlindungan anak.

Ia juga mengetuai Kelompok Penyusun Roadmap Anti Kekerasan Jawa Barat 2018-2023 dan Ketua Pokja PPKS Unpad 2022-2024. 

Terakhir, pada tahun 2019, Antik memimpin kelompok yang diketuai oleh Dr. Binahayati Rusidi menerbitkan sebuah penelitian berjudul “Pengalaman dan Pengetahuan tentang Pelecehan Seksual".

Studi pendahuluan tentang sikap mahasiswa dan universitas Indonesia terhadap mitos pemerkosaan.

Studi ini menceritakan bagaimana mitos perkosaan dan kekerasan seksual tersebar di universitas-universitas di Jawa Barat.  

Lebih dari satu dekade berkiprah dalam dunia perempuan, tentu ada pemantik yang terus mengobarkan semangat Antik.

Apakah itu? ”Kepedulian terhadap realitas bahwa perempuan masih menjadi kelompok rentan yang seringkali mengalami berbagai ketimpangan gender, salah satunya adalah kekerasan, baik fisik, psikis, ekonomi, maupun kekerasan seksual,” jawab Antik dengan tegas, ketika berbincang dengan ”PR”, melansir Pikiran Rakyat.id, Senin 29 Mei 2023.

Sebagai pendidik sekaligus tim konseling di FISIP Unpad, ia juga seringkali mendapatkan laporan dari civitas akademika bahwa dirinya atau temannya menjadi korban dan tidak tahu kemana harus melapor.

Baca Juga: JCI! Memperkuat Peluang Kerja Sama Hubungan Internasional ke Jepang

”Ada juga kekhawatiran jika kasus terekspos, mereka akan dipermalukan.

Realitas ini menggugah kepedulian saya untuk berkomitmen penuh terhadap upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, khususnya di lingkungan kampus,” tuturnya.

Laporan kasus

Setelah dibentuk dan ditetapkan per 29 Agustus 2022, Satgas PPKS langung dihadapkan dengan beberapa laporan kasus di lingkungan kampus.

Antik menyebutkan, seiring dengan upaya penanganan, pihaknya mempersiapkan beberapa program di awal, seperti penyusunan standar operasional prosedur (SOP) pelaporan, sosialisasi pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus, dan berkoordinasi dengan pihak rektorat untuk mengintegrasikan program kerja yang telah dibuat dengan berbagai program kegiatan kemahasiswaan di kampus.

”Sampai saat ini (delapan bulan beraktivitas), kami sudah melakukan beberapa sosialisasi di lingkungan kampus di beberapa fakultas atas undangan pimpinan fakultas, seperti di Fakultas Ekonomi, Fisip, dan FTIP, dengan sasaran dosen dan mahasisa.

Kami juga melalukan sosialisasi dengan bekerja sama dengan Kemen PPPA dengan sasaran mahasiswa.

Sosialisasi dan edukasi juga kami lakukan dengan BEM Kema Unpad, serta BEM Fisip, dengan sasarannya adalah mahasiswa,” kata Antik.

Mengenai beberapa hal lain yang merupakan tugas yang diemban Satgas, Antik mengatakan, masih terus berproses dan sudah diagendakan hingga akhir 2023, termasuk akan diilakukannya survei tentang kekerasan seksual di kampus.

”Mengapa belum dilakukan sekarang, karena kami masih tahap awal perjalanan tugas-tugas kami, sehingga kami masih harus beradaptasi dengan berbagai situasi dan kondisi kampus, termasuk kebijakan-kebijakan di kampus,” tuturnya.

Antik berharap, keberadaan Satgas PPKS juga efektif untuk mengurangi berbagai potensi munculnya kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus.

Upaya yang terus dilakukannya adalah dengan media komunikasi informasi edukasi seperti flyer, poster, dan spanduk terkait kekerasan seksual, serta dimasukkannya kurikulum tentang kesetaraan gender di setiap fakultas.

Ada pula upaya lain berupa menghadirkan hotline center di setiap fakultas dan tersedianya konselor atau tim penanganan di tingkat fakultas, termasuk pelibatan himpunan mahasiswa dan BEM untuk bersama membangun kesadaran pentingnya kesetaraan gender sebagai salah satu upaya mencegah terjadinya kekerasan berbasis gender.

”Sampai saat ini, ada beberapa kasus yang telah dilaporkan, dan sebagian besar telah diproses dan diputuskan sanksinya atas rekomendasi dari tim satgas melalui Surat Keputusan Rektor,” ucapnya.

Dia juga berharap, keberadaan satgas atau tim semacam ini bisa dimiliki oleh setiap tingkatan pendidikan, mengingat kejadian kekerasan seksual banyak terjadi di lingkungan pendidikan.

Suka duka

Suka duka yang dirasakan Antik selama delapan bulan mengetuai Satgas PPKS, antara lain menambah pengalaman dalam memahami sebuah peristiwa kasus kekerasan seksual, serta mendapatkan relasi baru karena memiliki mitra baru dalam bersama melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.

”Selain itu karena memiliki kewenangan formal dalam pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual di kampus, saya dan kawan-kawan tim juga merasa lebih ada dukungan dari kampus dan komitmen pimpinan (Rektor Unpad, Prof Dr Rina Indiastuti) untuk bersama mewujudkan kampus yang aman dari kekerasan seksual,” tuturnya.

Sebaliknya, ada pula duka yang dirasakan Antik.

Dia terkadang merasa kurang waktu untuk merespons cepat kasus, karena dirinya dan tim juga tetap harus melaksanakan kewajiban dan tugas-tugas lainnya sebagai dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa.

”Selain itu, pada saat kasus masih diproses, pelapor umumnya kurang sabar dan menganggap kami tidak bekerja maksimal.

Namun demikian, itu semua menjadi masukan bagi kami terkait manajemen dan prosedur penanganan yang diupayakan akan lebih mempercepat penanganan kasus kekerasan seksual,” ujar Antik.

Antik menambahkan, padahal dalam Peraturan menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 30 Tahun 2021 dijelaskan bahwa proses penanganan maksimal 30 hari kerja, karena memang prosesnya sangat tidak mudah.

Perjalanan penanganan juga biasanya terkendala akibat pelapor atau terlapor sulit dihadirkan atau tiba-tiba berkeberatan karena khawatir kasusnya terekspos.

Pemberdayaan perempuan

Pada berbagai kasus pelaporan kekerasan berbasis gender (KBG), kekerasan di ranah personal masih mendominasi di Indonesia.

Jumlahnya 336.804 kasus.

Artinya, perempuan, khususnya di Indonesia, masih berhadapan dengan berbagai kasus kekerasan.

Menurut Antik, hal ini berakar dari budaya patriarki yang sangat kuat, dimana seringkali perempuan dianggap warga kelas kedua, dilabeli hal-hal yang melemahkan perempuan, dan tidak dihargainya kerja-kerja domestik perempuan sehingga pada akhirnya seringkali direndahkan dan dimarginalkan.

Pemberdayaan perempuan disebutkan Antik merupakan salah satu strategi untuk mengurangi berbagai tindak KBG.

Hanya saja, perlu dipahami juga bahwa pemberdayaan jangan sampai hanya dilihat dari perspektif ekonomi saja, seolah pemberdayaan perempuan hanya diarahkan bahwa perempuan menghasilkan uang atau jadi memiliki usaha.

Lebih dari itu, pemberdayaan perempuan diarahkan pada kemampuan perempuan untuk memastikan dirinya dapat menyampaikan ide, pendapat, dan gagasannya.

Pun dengan memastikan dirinya berada di lingkungan aman, sehingga ia bisa terhindar dari beragam kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi.

”Penting juga untuk dipikirkan bersama bahwa perlu adanya keterlibatan laki-laki dalam mencegah dan menanganai KBG, sehingga pemberdayaan perempuan di ruang publik diikuti dengan pemberdayaan laki-laki di ruang-ruang domestik, demikian sebaliknya,” kata Antik.***

Editor: Paulus Adekantari

Sumber: klikpendidikan.id

Tags

Terkini

Terpopuler