Kental Manis Jadi Penyebab Maraknya Stunting di Indonesia

2 Maret 2023, 10:13 WIB
Cegah Stanting Sejak Dini, Puskesmas Bawang 1 Ajak Siswa Putri MTs Tangho Cek Kadar HB /Taufik Hidayat/Taufik Hidayat PP

Okeflores.com- Maraknya perundungan terhadap anak terus menjadi pekerjaan rumah otoritas Indonesia

Dokter Spesialis Anak Rumah Sakit Permata Depok, dr Agnes Tri Harjaningrum, Sp.A menyebut permen kental yang beredar di masyarakat menjadi salah satu alasannya.

Ternyata pemberian permen pekat sebaiknya dihindari pada anak usia dua tahun, dan anjuran dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menguatkan hal tersebut.

Susu kental manis hanya bisa digunakan sejak usia lima tahun, tapi tentunya hanya dikenang sebagai suplemen makanan

Adapun sorotan stunting yang berhubungan dengan kebiasaan mengonsumsi kental manis terungkap dalam siaran Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (Kopmas) baru-baru ini.

Di momen itu, dr. Agnes mengungkap pentingnya memperhatikan makanan selama anak-anak melalui dua tahun pertama hidupnya.

"Kalau kita berbicara mengenai stunting, itu dua tahun pertama sangat penting. Kita harus memberikan makanan yang benar agar anak tidak stunting," ujar dr. Agnes membeberkan.

Maraknya stunting pada anak-anak masih menjadi pekerjaan rumah pihak berwenang di Indonesia.

 Dokter spesialis anak RS Permata Depok, dr. Agnes Tri Harjaningrum, Sp.A, menyinggung salah satu penyebabnya adalah kental manis yang beredar di kalangan masyarakat.

Pemberian kental manis ternyata adalah hal yang harus dihindari pada anak-anak usia dua tahun, terlebih anjuran Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menguatkan itu.

Kental manis baru dapat dikonsumsi pada anak-anak dengan usia di atas lima tahun, tetapi tentu diingat hanya sebagai pelengkap makanan.

Adapun sorotan stunting yang berhubungan dengan kebiasaan mengonsumsi kental manis terungkap dalam siaran Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (Kopmas) baru-baru ini.

Di momen itu, dr. Agnes mengungkap pentingnya memperhatikan makanan selama anak-anak melalui dua tahun pertama hidupnya.

"Kalau kita berbicara mengenai stunting, itu dua tahun pertama sangat penting. Kita harus memberikan makanan yang benar agar anak tidak stunting," ujar dr. Agnes membeberkan.

Lebih lanjut, dr. Agnes menyoroti kebiasaan orangtua di Indonesia yang menganggap kental manis sebagai makanan pemenuh gizi anak.

Padahal, keberadaan kental manis dapat menjadi hambatan bagi pemerintah yang sedang menggaungkan program berantas stunting dengan penuhi protein hewani.

Saat ini, jumlah anak dengan stunting di Indonesia mencapai 21,6 persen, berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022.

Dipaparkan dr. Agnes, kental manis memiliki kandungan gula yang tinggi, sehingga banyak anak-anak ketagihan hingga berujung tidak berselera makan makanan sehat lainnya.

"Hubungannya dengan stunting itu, mereka (kental manis) proteinnya rendah, gulanya tinggi. Kental manis itu membuat anak kenyang," ujarnya menguraikan penjelasan.

"Akhirnya dia tidak mau makan sayur dan lain-lain, hanya makan gula saja jadi kalorinya tinggi," ujarnya lagi, 

Dengan konsumsi kental manis berlebihan, anak-anak akan mendapati penurunan nafsu makan. Kemudian, secara bertahap, anak-anak juga mengalami defisiensi makronutrien atau kekurangan gizi makro.

Diketahui, gizi makro yang dibutuhkan tubuh anak sebenarnya mudah ditemui dengan mengonsumsi ikan ataupun telur.

Jika dibiarkan, berat badan anak akan terus menurun dan bisa terindikasi terkena stunting akibat kekurangan gizi.

Menyikapi hal itu, dr. Agnes meminta pengetahuan para orang harus ditingkatkan dengan mematuhi anjuran yang diberikan dokter-dokter di sekitarnya.

Kopmas minta Pemerintah benahi pemahaman masyarakat

Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (Kopmas) mendesak pemerintah terjun langsung untuk membenahi pemahaman masyarakat soal konsumsi kental manis pada anak-anak yang sudah menjadi kebiasaan umum.

Kopmas menilai terciptanya kebiasaan umum terkait kental manis berawal dari iklan pembodohan yang membranding sisi-sisi terbaik dari produknya.

Akhirnya yang tersisa, pemerintah harus kerja keras lagi memperbaiki pemahaman salah yang disebabkan iklan-iklan kental manis itu.

"Tugas pemerintah belum selesai, ada tanggung jawab terhadap masyarakat untuk mengedukasi secara terus menerus," ujar Ketua Kopmas Rita Nurini dalam suatu kesempatan.

"Pemerintah harus memperbaiki pemahaman masyarakat yang selama puluhan tahun dibodohi oleh iklan," ujarnya lagi.***

 

Editor: Sastriana Jedaun

Tags

Terkini

Terpopuler