SMRC: Penyebabnya karena Oposisi Melemah, Demokrasi Alami Kemunduran di Era Jokowi

26 Mei 2023, 09:04 WIB
SMRC: Penyebabnya karena Oposisi Melemah, Demokrasi Alami Kemunduran di Era Jokowi /

JAKARTA, OKE FLORES.com - Skor demokrasi Indonesia turun sekitar 10 poin sejak Presiden Joko Widodo menjabat, dari 0,52 menjadi 0,42 pada 2022. Itu diajarkan oleh Prof. Saiful Mujani, pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Jakarta, melansir RMOL.id, Jumat 26 Mei 2023.

“Menurun sekitar 10 poin dari 0,52 di awal pemerintahan Jokowi menjadi 0,42 tahun 2022,” tuturnya, melalui keterangan tertulis.

Menurut Saiful, melemahnya oposisi menjadi salah satu penyebab melemahnya demokrasi Indonesia.

Baca Juga: Waketum Gerindra Habiborokhman: Dia Orang Stres, Terkait Denny Siregar Sindir Usia Prabowo Masih Nyapres!


Saiful mengatakan, pada periode pertama pemerintahan Jokowi oposisi masih cukup kuat, setidaknya saat Jokowi terpilih, tokoh dari luar pemerintahan yakni Prabowo Subianto dan Gerindra masih ada di parlemen.

Namun, pada periode kedua, skor yang menunjukkan kontrol eksekutif dan kesetaraan warga negara sebelum hukum Indonesia berlaku turun di bawah 0,5 dan kini berada di 0,42.

“Hal ini terjadi ketika oposisi melemah yang menandai kurangnya checks and balances atau pengawasan pada pemerintahan karena oposisi melemah,” katanya.

Saiful menilai, pemerintah pasti menginginkan pelaksanaan pembangunan berjalan lancar dan bebas glitch.

Demokrasi, bagaimanapun, membutuhkan oposisi yang dapat mengontrol pemerintah.

“Tidak bisa hanya karena memiliki niat baik, pemerintah menghilangkan hak publik untuk melakukan kontrol dan pengawasan. Kekuasaan harus dikontrol dan diawasi,” tegasnya.

Penurunan kualitas demokrasi, kata dia, sejalan dengan beberapa peristiwa politik, seperti partai Golkar yang bergabung dengan partai pro pemerintah.

Padahal Golkar sebelumnya adalah pendukung calon presiden Jokowi.

Pelemahan demokrasi diperparah ketika rival presidennya, Prabowo, diangkat menjadi menteri.

“(Praktis sekarang) oposisi tinggal PKS dan Demokrat. Itu yang menyebabkan indeks pengawasan eksekutif dan kesetaraan warga di hadapan hukum Indonesia (menurut V-Dem) tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan,” imbuhnya.

Dalam keterangannya, Saiful menjelaskan, Indonesia mengalami demokratisasi sejak Presiden RI Soeharto mundur pada 21 Mei 1998, atau sekitar 25 tahun lalu.

Untuk melihat kemajuan, kemunduran, atau stagnasi demokrasi Indonesia, kata Saiful, adalah dengan melakukan evaluasi secara teratur selama 25 tahun tersebut, seperti yang dilakukan oleh V-Dem (Varieties Democracy).

V-Dem adalah lembaga akademik yang di dalamnya terdapat para ahli demokrasi di seluruh dunia.

Jika mengukur menggunakan equality before the law dan pengawasan terhadap eksekutif menurut V-Dem, kata dia, demokrasi di Indonesia menunjukkan gejala kemunduran.

Dalam skala 0-1, dengan 0 adalah sangat buruk dan 1 sangat baik, berdasarkan pengukuran itu, kondisi demokrasi di Indonesia tahun 2022 berada di angka 0,42.

“Perolehan ini mundur dibanding dengan 2004 yang mencapai 0,53.”

“Diukur sejak penerapan sistem pemilihan presiden secara langsung 2004, kondisi demokrasi Indonesia mengalami kemunduran berdasarkan data V-Dem,” tuturnya.

Saiful juga menyebut bahwa sejak 2004, kondisi demokrasi berdasarkan indeks demokrasi ini tidak pernah di atas 0,6.***

Editor: Paulus Adekantari

Sumber: Geloranews

Tags

Terkini

Terpopuler