6 Karyawan Koperasi KSP Kopdit Pintu Air di Sikka Diduga Terlibat dalam Penggelapan Uang Sebesar Rp2 Miliar

21 Juni 2024, 10:06 WIB
Ilustrasi kasus penipuan dan penggelapan uang Jessica Iskandar. /Pixabay/Оксана

OKE FLORES.COM - Enam karyawan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Kopdit Pintu Air di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, kini berstatus tersangka dalam kasus dugaan penggelapan dana koperasi yang mencapai miliaran rupiah.

Penetapan tersangka ini diumumkan oleh Kepolisian Resor Sikka setelah penyelidikan yang intensif terhadap laporan dari pihak koperasi.

Enam pekerja Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Kopdit Pintu Air Pusat, yang berlokasi di Desa Rotat, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), didakwa.

Baca Juga: Luhut Akan Menutup Tambang yang Melanggar Peraturan dan Berbahaya bagi Lingkungan, Mengancam Masa Depan Negeri

Enam pekerja koperasi diduga terlibat dalam penggelapan lebih dari Rp2 miliar.

Kristoforus J. N., Nikolaus France, Stefania Ivanti, Maria Helena Parera, Maria Katarina Simo, dan Yohanes Armando adalah enam karyawan yang dijadikan tersangka.

Salah seorang pejabat manajemen Pintu Air Pusat melaporkan mereka ke Polres Sikka, menyatakan bahwa tindakan mereka telah menyebabkan koperasi tersebut mengalami kerugian senilai Rp2 miliar lebih.

Menurut Viktor Nekur, SH, Wakil Hukum Kopdit Pintu Air, pelaku dilaporkan setelah hasil audit internal yang dilakukan oleh manajemen Pintu Air Pusat menunjukkan bahwa pinjaman palsu yang diajukan menggunakan nama orang lain tanpa sepengetahuan pemilik nama tersebut.

“Jadi setelah kita turun cross check, ternyata orang yang namanya dipinjam untuk pengajuan pinjaman tidak tahu kalau namanya digunakan untuk pengajuan pinjaman oleh para tersangka,” kata Viktor yang dihubungi awak media melalui sambungan telepon seluler, Rabu, 19 Juni 2024.

Menurutnya, meskipun manajemen—termasuk dirinya sendiri sebagai pembina hukum—berusaha meyakinkan para tersangka untuk menyelesaikan masalah secara adil, mereka tetap menolak untuk melakukannya.

“Internal lembaga sudah memanggil mereka.

Ada pengarahan, ada tawaran jalan keluar supaya bisa diselesaikan.

Cuma, dengan waktu yang begitu lama, tidak ada penyelesaian, maka pilihannya kami buat laporan itu,” ungkapnya.

Viktor menjawab bahwa ada bukti penggelapan dalam jabatan tersebut karena itu berkaitan dengan keuangan lembaga yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

“Mereka merekayasa nama-nama anggota, KTP. Artinya, sampai dengan tingkat penetapan tersangka maka sudah ada bukti yang terpenuhi,” ujarnya.

Nomenklatur Pinjaman Keluarga Jadi Pemicu

Tugas hukum para tersangka, Dominikus Tukan, SH, dan Alfons Hilarius Ase, SH, M.Hum., membantah tuduhan penggelapan.

Mereka menyatakan bahwa ada produk atau pinjaman yang disebut Pinjaman Keluarga di KSP Pintu Air yang hanya dapat diakses oleh seluruh karyawan.

Mereka mengklaim bahwa ini memungkinkan karyawan mengajukan pinjaman atas nama anggota keluarga mereka.

Namun, prosedur dan persyaratan pencairannya masih mengacu pada ketentuan yang berlaku di Pintu Air.

Mereka menyatakan bahwa jenis pinjaman keluarga memungkinkan karyawan mengajukan pinjaman atas nama anggota keluarga mereka.

Namun, berdasarkan data dan pernyataan yang diberikan kepada media oleh para tersangka, terungkap bahwa sejumlah pekerja, mulai dari yang paling bawah hingga top manajemen dan pucuk pimpinan, juga memiliki akses ke Pinjaman Keluarga tersebut, dan bahkan saat ini masih harus membayar kembali pinjaman tersebut.

Bingung Ditetapkan Sebagai Tersangka dan Disuruh Kembalikan Uang

Selama proses klarifikasi dan mediasi, para tersangka mengaku bingung dengan status mereka sebagai tersangka dan diminta untuk mengembalikan uang Pintu Air.

Mereka mengaku telah menandatangani surat untuk bertanggung jawab atas temuan kerugian keuangan, tetapi manajemen membuat surat itu dan meminta para tersangka untuk menyalinnya dan menandatanganinya di atas materai.

Selain itu, manajemen telah menetapkan jumlah uang yang harus dikembalikan oleh masing-masing tersangka, yang tidak sesuai dengan Pinjaman Keluarga yang mereka ajukan.

Meskipun dia tidak memiliki pinjaman keluarga, salah satu tersangka malah menjadi tersangka dan dituntut untuk membayar renteng.

Selain itu, tersangka dituntut untuk mengembalikan uang koperasi yang dia kumpulkan dari pinjaman yang diberikan oleh orang tuanya kepadanya sebelum dia bekerja di Pintu Air.

Mereka menyatakan kekecewaan mereka karena manajemen menilai mereka secara diskriminatif.

Karena itu, hanya mereka yang akan diproses hukum jika Pinjaman Keluarga ini dapat diakses oleh seluruh staf.

Padahal, proses pencairan Pinjaman Keluarga yang mereka lakukan sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku di Pintu Air.

Kasus Dinilai Janggal dan Tidak Adil

Alfons Hilarius Ase mengatakan bahwa pada tanggal 14 Juni 2024, penyidik Polres Sikka menetapkan klien mereka sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana penggelapan dalam jabatan.

Ia menyatakan bahwa pencairan Pinjaman Keluarga tidak merupakan pelanggaran pidana karena prosesnya sudah sesuai prosedur.

Karena pimpinan KSP Pintu Air harus menandatangani persetujuan akhir pencairan uang.

“Bila setelah uang cair, lalu si peminjam mau memberikan kepada siapa saja, itu adalah hak keperdataan si peminjam. Lalu unsur penggelapan dalam jabatannya itu dimana?” tanya Alfons.

Alfons percaya bahwa masalah pinjaman berkaitan dengan perjanjian keperdataan.

Perjanjian keperdataan dapat bermasalah, wanprestasi, atau ingkar janji apabila mereka tidak melaksanakan perjanjian, melakukannya terlambat, atau melakukannya tetapi tidak seperti yang dijanjikan.

“Faktanya, klien kami melaksanakan kewajiban tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan.

Kami menyayangkan bila persoalan wanprestasi pinjam-meminjam yang adalah masalah keperdataan malah menjadi masalah pidana penggelapan dalam jabatan,” ujar Alfons.

Alfons juga menyayangkan tindakan manajemen Pintu Air, yang mengunjungi para tersangka dan meminta aset mereka dilelang untuk melunasi pinjaman.

Meskipun demikian, aset tersebut bukan objek yang diagunkan dalam perjanjian.

Dominikus Tukan menyatakan bahwa kliennya dihormati dan siap menjalani proses hukum pada saat yang sama.

Namun, Domi Tukan mengatakan bahwa setiap karyawan yang mendapatkan Pinjaman Keluarga harus diperlakukan dengan cara yang sama jika ada hubungannya dengan jenis pinjaman kliennya yang kemudian menghasilkan laporan pidana.

“Data bulan Juli 2021 saja ada 106 karyawan yang mengakses Pinjaman Keluarga dengan total pinjaman Rp3,2 miliar lebih.

Bila mengacu pada apa yang dialami klien kami maka semua yang mengakses Pinjaman Keluarga juga harus diperlakukan sama,” tegasnya.

Untuk itu, Alfonsus Hilarius Ase didampingi rekanannya, Dominikus Tukan, mengimbau seluruh karyawan maupun anggota KSP Kopdit Pintu Air yang merasa diperlakukan sama seperti enam orang karyawan tersebut, pihaknya siap memberi bantuan hukum.

"Jadi untuk masalah ini kami menghimbau kepada seluruh karyawan maupun anggota Pintu Air Cabang Maumere yang merasa diperlakukan sama seperti kasus keenam klien kami ini, maka kami siap menerima pengaduan dan siap memberikan bantuan hukum," pungkas Alfons dan Dominikus.

Kasus penggelapan dana di KSP Kopdit Pintu Air menjadi pengingat pentingnya transparansi dan pengawasan dalam pengelolaan dana koperasi.

Tindakan tegas dari pihak kepolisian diharapkan dapat memberikan efek jera dan memulihkan kepercayaan anggota koperasi terhadap institusi keuangan yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat lokal.

Semoga dengan penanganan yang tepat, KSP Kopdit Pintu Air dapat segera bangkit dan kembali berfungsi sebagai lembaga keuangan yang aman dan terpercaya bagi anggotanya.***

Editor: Adrianus T. Jaya

Tags

Terkini

Terpopuler