Jika Pemilu Berubah Ke Sistem Tetutup , “Maka Artinya Tidak Perlu Ada Pilpres 24”

- 29 Mei 2023, 14:16 WIB
Jika Pemilu Berubah Ke Sistem Tetutup ,  “Maka Artinya Tidak  Perlu Ada Pilpres 24”
Jika Pemilu Berubah Ke Sistem Tetutup , “Maka Artinya Tidak Perlu Ada Pilpres 24” /Foto Antara

JAKARTA, OKE FLORES.com - Jika nantinya ditetapkan undang-undang untuk tetap proporsional agar pemilihan presiden berjalan sebagaimana mestinya, bagaimana jadinya jika presiden dipilih oleh partai A sedangkan perolehan suara di DPR didominasi oleh partai B?

Jika pemilu kembali ke sistem perwakilan proporsional tertutup, berarti tidak diperlukan pemilu presiden. Hati-hati Mas Hasto, jadi harus paham apa itu perwakilan proporsional terbuka dan tertutup, karena itu ada di dalam konstitusi. Parahnya, jika Mahkamah Konstitusi menyetujui sistem perwakilan proporsional tertutup, ini tweet saya pada 28/5/23, melansir RMOL.id, Senin 29 Mei 2023.

Saya menuliskan pemikiran ini karena Prof. Membaca Denny Indrayana membuat saya curiga bahwa "pengadilan akan memutuskan kembalinya pemilihan umum ke sistem perwakilan proporsional tertutup". Artinya, pemilih sekali lagi memilih hanya untuk citra partai.

Baca Juga: Gatot Nurmantyo Sindir MK: Bisa Dong Jabatan Presiden Ditambah 1 Tahun

Informasi menyebutkan komposisi putusan dibagi 6:3. siapa narasumber “Orang yang kredibilitasnya sangat saya percayai dan yang pasti bukan mahkamah konstitusi,” lanjut Denny Indrayana. Jadi pemilihan sistem tertutup mirip dengan yang kami lakukan di era ORBA. Pemilih memilih merek partai yang berpartisipasi dalam pemilihan. Tapi presiden dipilih di lembaga MPR. Tidak ada hubungan esensial antara hasil pemilu dan Presiden terpilih. Jadi tidak otomatis pemimpin partai pemenang pemilu yang menjadi Presiden/Perdana Menteri. Itu terjadi ketika PDIP memenangkan pemilu, tetapi Presidennya adalah Gusdur!

Umumnya, dalam sistem parlementer (pemilu tertutup), partai yang memenangkan pemilu secara otomatis (sebagai partai yang berkuasa) menjadi ketua partai dan ketua menjadi perdana menteri/presiden. Hal ini terjadi di negara-negara yang menganut sistem parlementer, seperti Inggris dan Jepang.

Maksud saya, pemilihan presiden tidak diperlukan lagi, karena dalam pemilihan perwakilan proporsional tertutup, biasanya ketua partai dari partai pemenang menjadi presiden/perdana menteri. Pihak yang kalah membentuk koalisi untuk melawan partai/penguasa yang berkuasa.

Dengan kata lain, jika PDI-P atau partai politik lain memenangkan pemilu, maka pimpinan umum berhak melaksanakan program partai tersebut dalam pemerintahan yang dipimpinnya. Ketika sistem parlementer/pemilu ditutup dengan sistem perwakilan proporsional.***

Editor: Paulus Adekantari

Sumber: Gelora


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x