Meresahakan! Pinjaman Online Semakin Marak, Gaya Hidup Masyarakat Semakin Konsumtif

- 22 September 2023, 10:05 WIB
Meresahakan! Pinjaman Online Semakin Marak, Gaya Hidup Masyarakat  Semakin Konsumtif
Meresahakan! Pinjaman Online Semakin Marak, Gaya Hidup Masyarakat Semakin Konsumtif /

 

 


OKE FLORES.COM - Tindakan tegas terhadap adanya perusahaan fintech peer-to-peer dan peer-to-peer ilegal alias pinjaman uang secara online (pinjol) ilegal mutlak harus dilakukan.

Perlu diwaspadai agar kerja opresif aparat yang berwenang terjadi secara besar-besaran agar pengaruh keberadaan pinjol tidak menjadi terlalu besar di masyarakat.

Dalam beberapa hari terakhir, Pinjol menelan korban jiwa di media sosial. Korban dikabarkan tidak mampu membayar tagihanyang jumlahnya dua kali lipat serta diancam oleh debt collector.

Baca Juga: BLT PIP Kemdikbud September 2023 Rp1 Juta Sudah Cair ke Rekening

Peristiwa menghebohkan yang melibatkan pinjol ini bukan kali pertama terjadi. Awalnya, sudah ada deretan kasus yang menimpa banyak orang, termasuk penyebaran data pribadi dan ancaman pinjol ilegal.

Melansir Pikiran-rakyat.com, Jumat 22 September 2023, Ekonom Departemen Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Padjadjaran Teguh Santoso mengatakan, besarnya perkembangan pinjol ilegal saat ini tidak lepas dari sistem supply dan demand.

Meningkatnya permintaan masyarakat terhadap pinjol mempengaruhi gaya hidup masyarakat yang menjadi lebih aktif dalam menerapkan kebiasaan yang lebih baik atau mengutamakan makanan.

Baca Juga: BLT Kemiskinan Sebesar Rp900.000 Cair September Ini Syarat dan Ketentuannya!!

Ada juga teori keberpihakan masa kini: masyarakat semakin tidak memikirkan masa depan, tapi mengoptimalkan konsumsi saat ini . Karena sulitnya mendapatkan pinjol legal yang berada di bawah pengawasan OJK dan sulitnya membedakan pinjol legal dan ilegal, banyak orang menjadi “mangsa” dan pinjol ilegal.

“Untuk memenuhi itu kan membutuhkan sumber daya alias uang. Jadi, ketika pendapatan masa kini tidak mencukupi, banyak masyarakat kemudian mengakses ke sumber-sumber yang bisa memberikan pembiayaan,” kata Teguh dilansir Pikiran-rakuyat.com, Jumat 22 September 2023.
Prosedur yang ditawarkan oleh lembaga keuangan berbasis teknologi lebih sederhana dibandingkan dengan lembaga konvensional yang lebih kompleks.

Kemajuan teknologi juga memungkinkan banyak orang menciptakan platform yang memenuhi kebutuhan masyarakat akan uang yang cepat dan mudah didapat, dengan harapan dapat meningkatkan keuntungan.

Teguh menyebutkan, saat ini memang sudah ada Satuan Tugas Pemberantas Aktivitas Keuangan Ilegal atau yang sebelumnya dikenal sebagai Satgas Waspada Investasi. Akan tetapi, semakin maraknya keberadaa pinjol ilegal di sisi lain juga mengisyarakatkan pemerintah untuk melakukan langkah pengawasan dan penindakan terhadap lembaga-lembaga fintech yang nakal.

“Peran penegak hukum juga sangat krusial, terutama kepolisian, agar bisa menelusuri jaringan yang ada. Mereka terus mencari mangsa, agar tetap bisa menyalurkan dana kepada masyarakat yang tujuannya meraup keuntungan sebanyak mungkin,” katanya.

Kondisi dampak dari pinjol ilegal saat ini, dilanjutkan Teguh, sudah begitu meresahkan masyarakat. Lembaga-lembaga ini masih terus mendapatkan “mangsa”, lantaran memberikan persyaratan yang jauh lebih mudah dengan prosedur cepat. Bunga yang diberikan pun sangat tinggi, akan tetapi rentan dilakukan penagihan sebelum jatuh tempo.

“Lalu jadi muncul istilah bunga yang berbunga, dan hal-hal lain yang sifatnya premanisme dan teror yang bisa diakses oleh penyedia pinjol ilegal, hingga tindakan anarkis lain,” katanya.

Tantangan terbesar terkait keberadaan lembaga fintech ilegal ini, dilanjutkan dia, adalah bagaimana meningkatkan literasi keuangan masyarakat, dimana masyarakat harus paham minimal mengenai kondisi ekonominya sendiri. Artinya, ketika ingin meminjam uang kemudian memastikan dulu apakah kebutuhan tersebut memiliki urgensi atau tidak.

Kemudian, jika harus meminjam, kemampuan membayar pun menjadi elemen yang sangat penting karena terkait dengan faktor risiko ketika di kemudian hari harus membayar.

“Kalau memang menyadari kondisi keuangan tidak memungkinkan, atau cicilan sudah di atas 30-35 persen, sebaiknya harus diwaspadai. Artinya masyarakat juga harus menyadari dan mengukur kemampuan sendiri, sehingga bisa menahan konsumsinya agar tidak terjebak pada impulsif buying,” ujar Teguh.

Selain itu, Teguh juga mengingatkan agar masyarakat menyadari ketika sulit mengakses pinjol yang legal, artinya memang profil keuangan orang tersebut sudah bermasalah. Jangan sampai nanti dihadapkan pada problematika yang baru ketika mengakses pinjol ilegal.***

Editor: Adrianus T. Jaya

Sumber: Pikiran Rakyat.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x