Indonesia Perlu Belajar dari Amerika Tentang Regulasi Pidana Kejahatan Perdagangan Orang

- 6 Mei 2024, 10:45 WIB
Foto.  Nukila Evanty, Ketua Koalisi Lawan Perdagangan Orang dan Kejahatan Terorganisir (Koalisi), Gabriel Goa Ketua Dewan Pembina PADMA INDONESIA
Foto. Nukila Evanty, Ketua Koalisi Lawan Perdagangan Orang dan Kejahatan Terorganisir (Koalisi), Gabriel Goa Ketua Dewan Pembina PADMA INDONESIA /

 

OKE FLORES.COM - Larangan terhadap perdagangan orang (human trafficking atau trafficking in persons) di Amerika Serikat (AS) berakar dari Amandemen ke-13 Konstitusi AS, yang melarang perbudakan dan kerja paksa pada tahun 1865.

Menurut Nukila Evanty, Ketua Koalisi Lawan Perdagangan Orang dan Kejahatan Terorganisir (Koalisi), sebelum tahun 2000, Departemen Kehakiman (DOJ) Amerika Serikat sering mengajukan kasus-kasus perdagangan orang berdasarkan beberapa undang-undang (UU) pemerintah federal terkait dengan penghambaan paksa/ perbudakan modern ini.

Secara paralel dalam dua (2) dekade terakhir, Kongres Amerika semacam DPR RI, rajin meloloskan sejumlah rancangan undang-undang (RUU) yang komprehensif yang memberikan kekuasaan penuh pada pemerintah federal AS dalam memerangi perdagangan orang. Nukila menyebutkan UU seperti Trafficking Victims Protection Reauthorization Act of 2017 dan the Frederick Douglass Trafficking Victims Prevention and Protection Reauthorization Act of 2018.

Baca Juga: Mahasiswa LPDP-PKUMI Perkenalkan Budaya Bugis di AS hingga Papar Kerusakan Lingkungan di Indonesia

Ketua PADMA INDONESIA Gabriel Goa, menyebutkan bahwa dalam kerja organisasi masyarakat sipil (NGO), "Kami sering menggunakan hasil riset dan laporan dari Amerika dan dari Australia. Saya senang di Laporan tentang Perdagangan Orang Indonesia 2023 dari Pemerintah Amerika, disebutkan," perdagangan tenaga kerja telah banyak mengeksploitasi warga negara Indonesia melalui kekerasaan dan paksaan dengan jerat utang di Asia (khususnya RRT, Korea Selatan, dan Singapura) serta Timur Tengah. Khususnya pekerjaan rumah tangga (PRT), di konstruksi, pabrik, manufaktur, serta perkebunan kelapa sawit di Malaysia, ditambah masalah perekrutan ABK di kapal-kapal penangkap ikan."

Dalam laporan tersebut menambahkan bahwa Singapura, Malaysia, Hong Kong, dan Timur Tengah menerima banyak PRT asal Indonesia yang tidak dilindungi UU ketenagakerjaan negara setempat (destination country).Mereka sering mengalami berbagai penyiksaan, nggak ada kontrak kerja resmi, jam kerja panjang, upah yang tidak dibayarkan. Pekerja-pekerja ini banyak berasal dari provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), ungkap Gabriel.

Belum lagi diperkirakan dari laporan pemerintah separuh korban adalah perempuan dan juga ada anak-anak. Nukila menambahkan bahwa laporan perdagangan orang di Indonesia versi pemerintah Amerika tersebut, memakai indikator *tier* misalnya laporan di tahun 2023 Indonesia masuk tier 2, artinya Indonesia belum sepenuhnya memenuhi standar minimum dalam pemberantasan perdagangan orang, tetapi telah melakukan upaya signifikan untuk merealisasikan. Sebelumnya ditahun 2022 Indonesia masuk kategori tier 2 watch list.

Menurut Nukila, penelitian dari pemerintah Amerika sebenarnya bisa membantu Gugus Tugas TPPO di pusat dan daerah karena ada rekomendasi-rekomendasi yang sering berulang-ulang.

Ia mencontohkan ada rekomendasi untuk menyelidiki dan mengadili kejahatan perdagangan orang serta menghukum pelaku tindak pidana perdagangan orang, termasuk pejabat pemerintah yang terlibat serta rekomendasi mengamandemen UU TTPO tahun 2007 untuk menghapus persyaratan pembuktian kekerasan, penipuan, atau pemaksaan untuk membenarkan kasus perdagangan seks pada anak.

Halaman:

Editor: Adrianus T. Jaya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah