Putusan MK Diduga Bocor, Hidayat Nur Wahid: Harus Dikoreksi, Diingatkan, Dikritisi

30 Mei 2023, 09:07 WIB
Putusan MK Diduga Bocor, Hidayat Nur Wahid: Harus Dikoreksi, Diingatkan, Dikritisi /

JAKARTA,OKE FLORES.com - Wakil ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) menilai, isu dugaan bocornya Mahkamah Konstitusi (MK) tentang perubahan sistem pemilu 2024 untuk kembali ke prinsip proporsionalitas tertutup patut dikritisi dan diingatkan.

"Jadi jangan isunya diubah jadi kebocoran, akan tetapi tetap fokus ke MK yang diingatkan agar betul-betul jadi garda pelaksana konstitusi. Jangan diubah jadi seolah-olah ada permasalahan kebocoran atau tidak. Permasalahan terkait putusan MK harus dikoreksi diingatkan dan dikritisi," katanya Senin 29 Mei 2023.

Ia beranggap jika masalah kali ini bukan pada bocornya informasi, melainkan pada penerapan kembali sistem proporsional tertutup.

"Kalaupun tidak bocor, kemudian putusannya seperti yang tadi bocor (sistem proporsional tertutup), kan tetap bermasalah. Jadi permasalahannya jangan jadi kebocoran informasi," ujarnya.

Pasalnya, Hidayat berpendapat jika sistem sistem proporsional terbuka lebih dekat dengan konstitusi ketimbang sistem proporsional tertutup.

"Konstitusi lebih dekat dengan sistem terbuka daripada tertutup karena kalau tertutup kita akan ditarik kepada 'side back' era prareformasi Orde Baru, saat itu kan kita nyoblos gambar. Masa demokrasi mau di bawa ke sana?" imbuhnya.

Selain itu, lanjut dia, apabila MK memutuskan menerapkan kembali sistem proporsional tertutup maka hal tersebut bertentangan dengan konstitusi dan tidak sesuai dengan Pasal 22e Ayat 2 Pemilu, dimana masyarakat memilih anggota dan bukan partai politiknya.

Menurutnya, MK akan menunjukan inkonsisten dengan putusan yang diambilnya pada 2009 yang mengarahkan sistem pemilu proporsional tertutup menjadi proporsional terbuka.

Dia menyebut bahwa putusan MK berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 bersifat final dan mengikat.

"Kalau kemudian MK mengubah keputusannya itu sendiri yang final dan mengikat, itu harusnya ada pasal konstitusional yang benar bisa dinilai keputusan MK yang dulu itu salah sehingga MK buat keputusan yang baru," tuturnya.

Namun, HNW berserah apabila nantinya MK memutuskan untuk menerapkan kembali sistem proporsional tertutup, maka diharapkan pemberlakuannya baru akan dilakukan pada pemilu periode berikutnya

"Kalau dipaksakan sekali lagi tidak setuju. Kalau dipaksakan mudah-mudahan pemberlakuannya bukan 2024, akan tetapi 2029 karena sekarang sudah terlalu mepet, sudah semua proses berjalan," kata dia.

Pemilu Kembali ke Proporsional Tertutup
Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Denny Indrayana, menyebutkan kabar mengejutkan mengenai pemilihan umum (Pemilu) legislatif.


Ia menyebutkan, jika Pemilu kali ini akan dilakukan kembali dengan sistem proporsional tertutup, di mana para pemilih hanya dapat memilih gambar partai saja dan kandidat ditentukan oleh partai.

"MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja. Info tersebut menyatakan, komposisi putusan 6 berbanding 3 dissenting," ujarnya Minggu 28 Mei 2023.

Denny mengaku yakin sumber yang memberi tahu mengenai kabar tersebut sangat akurat dan bukan dai Hakim Konstitusi.

Sehingga Ia beranggapan jika hal tersebut ditetapkan Indonesia akan kembali ke masa Orde Baru (Orba) yang otoritaria dan koruptif.

"KPK dikuasai, pimpinan cenderung bermasalah yang dihadiahi gratifikasi perpanjangan jabatan 1 tahun," katanya.

Mantan Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, dan Bidang Hukum, HAM, dan Pemberantasan KKN ini juga menyinggung soal Moeldoko, menurutnya, hal ini diduga akan disangkutpautkan dengan kasus korupsi.

"PK Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, atas Partai Demokrat, diduga ditukarguling dengan kasus korupsi mafia peradilan di MA. Jika Demokrat berhasil "dicopet", istilah Gus Romi PPP, maka pencapresan Anies Baswedan hampir pasti gagal," katanya.

"Masihkah ada harapan? Yang pasti terus ikhtiar berjuang, sambil menanti kemukjizatan. Salam Integritas," ucapnya dikutip Pikiran-Rakyat.com dari akun Twitter @dennyindrayana.***

Wakil ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) menilai, isu dugaan bocornya Mahkamah Konstitusi (MK) tentang perubahan sistem pemilu 2024 untuk kembali ke prinsip proporsionalitas tertutup patut dikritisi dan diingatkan.

"Jadi jangan isunya diubah jadi kebocoran, akan tetapi tetap fokus ke MK yang diingatkan agar betul-betul jadi garda pelaksana konstitusi. Jangan diubah jadi seolah-olah ada permasalahan kebocoran atau tidak. Permasalahan terkait putusan MK harus dikoreksi diingatkan dan dikritisi," katanya Senin 29 Mei 2023.

Ia beranggap jika masalah kali ini bukan pada bocornya informasi, melainkan pada penerapan kembali sistem proporsional tertutup.

"Kalaupun tidak bocor, kemudian putusannya seperti yang tadi bocor (sistem proporsional tertutup), kan tetap bermasalah. Jadi permasalahannya jangan jadi kebocoran informasi," ujarnya.

Pasalnya, Hidayat berpendapat jika sistem sistem proporsional terbuka lebih dekat dengan konstitusi ketimbang sistem proporsional tertutup.

"Konstitusi lebih dekat dengan sistem terbuka daripada tertutup karena kalau tertutup kita akan ditarik kepada 'side back' era prareformasi Orde Baru, saat itu kan kita nyoblos gambar. Masa demokrasi mau di bawa ke sana?" imbuhnya.

Selain itu, lanjut dia, apabila MK memutuskan menerapkan kembali sistem proporsional tertutup maka hal tersebut bertentangan dengan konstitusi dan tidak sesuai dengan Pasal 22e Ayat 2 Pemilu, dimana masyarakat memilih anggota dan bukan partai politiknya.

Menurutnya, MK akan menunjukan inkonsisten dengan putusan yang diambilnya pada 2009 yang mengarahkan sistem pemilu proporsional tertutup menjadi proporsional terbuka.

Dia menyebut bahwa putusan MK berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 bersifat final dan mengikat.

"Kalau kemudian MK mengubah keputusannya itu sendiri yang final dan mengikat, itu harusnya ada pasal konstitusional yang benar bisa dinilai keputusan MK yang dulu itu salah sehingga MK buat keputusan yang baru," tuturnya.

Namun, HNW berserah apabila nantinya MK memutuskan untuk menerapkan kembali sistem proporsional tertutup, maka diharapkan pemberlakuannya baru akan dilakukan pada pemilu periode berikutnya

"Kalau dipaksakan sekali lagi tidak setuju. Kalau dipaksakan mudah-mudahan pemberlakuannya bukan 2024, akan tetapi 2029 karena sekarang sudah terlalu mepet, sudah semua proses berjalan," kata dia.

Pemilu Kembali ke Proporsional Tertutup


Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Denny Indrayana, menyebutkan kabar mengejutkan mengenai pemilihan umum (Pemilu) legislatif.

Ia menyebutkan, jika Pemilu kali ini akan dilakukan kembali dengan sistem proporsional tertutup, di mana para pemilih hanya dapat memilih gambar partai saja dan kandidat ditentukan oleh partai.

"MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja. Info tersebut menyatakan, komposisi putusan 6 berbanding 3 dissenting," ujarnya Minggu 28 Mei 2023.

Denny mengaku yakin sumber yang memberi tahu mengenai kabar tersebut sangat akurat dan bukan dai Hakim Konstitusi.

Sehingga Ia beranggapan jika hal tersebut ditetapkan Indonesia akan kembali ke masa Orde Baru (Orba) yang otoritaria dan koruptif.

"KPK dikuasai, pimpinan cenderung bermasalah yang dihadiahi gratifikasi perpanjangan jabatan 1 tahun," katanya.

Mantan Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, dan Bidang Hukum, HAM, dan Pemberantasan KKN ini juga menyinggung soal Moeldoko, menurutnya, hal ini diduga akan disangkutpautkan dengan kasus korupsi.

"PK Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, atas Partai Demokrat, diduga ditukarguling dengan kasus korupsi mafia peradilan di MA. Jika Demokrat berhasil "dicopet", istilah Gus Romi PPP, maka pencapresan Anies Baswedan hampir pasti gagal," katanya.

"Masihkah ada harapan? Yang pasti terus ikhtiar berjuang, sambil menanti kemukjizatan. Salam Integritas," ucapnya dilansir Pikiran-Rakyat.com dari akun Twitter @dennyindrayana.***

Editor: Sastriana Jedaun

Sumber: pikiranrakyat.com

Tags

Terkini

Terpopuler