KKB Serang TNI Hingga Tewas, Para Prajurit TNI Resah!

- 22 Mei 2023, 14:26 WIB
Ilustrasi penyerangan/Pexels
Ilustrasi penyerangan/Pexels /

PAPUA, OKE FLORES.com - Konflik di Papua, dimana KKB menyerang TNI hingga tewas, semakin memanas. Bahkan, seorang mantan pejabat BIN (Badan Intelijen Negara) menyebut para prajurit TNI resah dan para komandan bingung dengan aksi tersebut.

Kebingungan TNI atau prajurit TNI karena tidak berani bertindak gegabah dan akibatnya tidak bisa mengambil tindakan secara sadar dan tegas karena mereka (prajurit TNI) hanya membantu polisi.

Misi kepolisian yang disebut-sebut oleh Marsekal TNI Maroef Sjamsoeddin (eks Waka BIN) sebagai konteks oposisi di Papua didukung oleh Kelompok Kriminal Bersenjata atau dikenal dengan KKB.

 

"Jika namanya kelompok kriminal bersenjata, maka kelompok kriminal itu yang numpas polisi bukan prajurit TNI yang harus gelar operasi tempur atau militer," kata Maroef Sjamsoeddin memberi padangan, melansir RMOL.id, Senin 22 Mei 2023.

Konflik di Papua, dimana KKB menyerang TNI hingga tewas, semakin memanas. Bahkan, seorang mantan pejabat BIN (Badan Intelijen Negara) menyebut para prajurit TNI resah dan para komandan bingung dengan aksi tersebut.

Kebingungan TNI atau prajurit TNI karena tidak berani bertindak gegabah dan akibatnya tidak bisa mengambil tindakan secara sadar dan tegas karena mereka (prajurit TNI) hanya membantu polisi.

Misi kepolisian yang disebut-sebut oleh Marsekal TNI Maroef Sjamsoeddin (eks Waka BIN) sebagai konteks oposisi di Papua didukung oleh Kelompok Kriminal Bersenjata atau dikenal dengan KKB.

Kegugupan para prajurit TNI soal KKB selalu membunuh para prajurit yang bertugas di sana.

"Saya menduga ini adalah kegamangan dalam bertugas, termasuk komandan di lapangan pun galau dalam mengambil tindakan tegas. Pemicunya karena status mereka cuma membantu bukan status operasi militer," kata mantan pejabat BIN, Marsekal Muda TNI (Purnawirawan) Maroef Sjamsoeddin,  melansir RMOL.id, Senin 22 Mei 2023.

Konflik di Papua, dimana KKB menyerang TNI hingga tewas, semakin memanas. Bahkan, seorang mantan pejabat BIN (Badan Intelijen Negara) menyebut para prajurit TNI resah dan para komandan bingung dengan aksi tersebut.

Kebingungan TNI atau prajurit TNI karena tidak berani bertindak gegabah dan akibatnya tidak bisa mengambil tindakan secara sadar dan tegas karena mereka (prajurit TNI) hanya membantu polisi.

Misi kepolisian yang disebut-sebut oleh Marsekal TNI Maroef Sjamsoeddin (eks Waka BIN) sebagai konteks oposisi di Papua didukung oleh Kelompok Kriminal Bersenjata atau dikenal dengan KKB. 

Marsekal Muda TNI (Purn) Maroef Sjamsoeddin mencermati sikap pemerintah terhadap konflik di Papua. Seingatnya, pemerintah mendeklarasikan statusnya sebagai pemberontakan bersenjata, gerakan separatis, dan gerakan politik.

"Yang jadi pertanyaan itu sekarang kelompok kriminal. Jika dipandang, kelompok kriminal, tidak cocok dihadapkan dengan operasi tempur TNI Angkatan Darat," tutur mantan Komandan Skadron 465 Paskhas, 

Operasi tempur atau operasi militer sudah ada undang-undang yang mengaturnya, kata mantan pejabat BIN Maroef Sjamsoeddin.


Kemudian dia menanyakan dalam hal ini KKB dan kemudian prajurit TNI dan apa keterlibatan mereka dalam melakukan operasi tersebut.

"Mestinya posisi TNI dalam perkara di Papua cuma membantu polisi. Sebab TNI menganut prinsip battle field (medan perang-red), kill or to be killed (membunuh atau dibunuh-red)," katanya.


Jelas sangat ada kegalauan dan kegamangan di TNI, "Ya takut pelanggaran HAM karena itu operasi penegakan hukum, dan kemudian mereka mempertimbangkan apakah sasaran merupakan orang-orang kriminal apa bukan, apalagi mereka tidak berseragam," jelasnya.

"Leading sektor itu polisi bukan militer. Sementara yang prajurit TNI hadapi gerakan pemberontakan bersenjata," papar Marsekal Muda TNI (Purnawirawan) Maroef Sjamsoeddin, mantan Komandan Skadron 465 Paskhas.

Pemerintah kata Maroef Sjamsoeddin, harus tegas dalam mengeluarkan perintah aturan dalam Undang-Undang TNI dalam melaksanakan tugas dan fungsi.

"Ketika ada ketegasan yang mengatur dalam UU TNI, maka prajurit dapat melaksanakan tugasnya dan tidak dianggap melanggar Hak Asasi Manusia," ungkapnya lagi.

Menyelesaikan konflik di Papua di Indonesia tidak sama dengan menyelesaikan konflik di Aceh. Pasalnya, Organisasi Papua Merdeka (OPM) terdiri dari faksi dalam dan luar negeri. Ada juga kelompok OPM yang berpolitik, termasuk yang bersenjata, berbasis di dataran tinggi Papua.

Namun, kata Maroef Sjamsoeddin, masing-masing memiliki panglima, tidak hanya satu.

"Faksi ini jumlahnya ada 13 kalau tidak salah, ada faksi bersenjata dan tnpb opm, dan masing-masing wilayah atau kabupaten itu ada komandan mereka. Ada juga yang individual dan belum tentu mereka adalah panglima," jelasnya.

Ini yang kemudian menyulitkan dalam melakukan negosiasi, tidak seperti Aceh.

"Aceh dulunya itu punya tokoh sentral sehingga ada alur dalam melakukan negosiasi, sementara kalau di Papua mau bernegosiasi kepada siapa? karena tidak ada tokoh sentral yang jadi panutan mereka," ungkapnya. ***

Editor: Paulus Adekantari

Sumber: Geloranews


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah