Disaat yang hampir bersamaan MasBup menghampiri seorang ibu, salah satu pemilik warung yang terdampak pembangunan trotoar, "Mboten saged Pak Bupati, akhirnya gini kalau ada motor parkir ada mobil lewat macet," keluhnya.
Warga lainnya bernama, Agus Mulyono menambahkan, kalau kendaraan parkir depan toko atau warung susah, karena ada kendaraan kanan kiri susah.
Selanjutnya MasBup meminta Agus Sugiarto Kadis Perumahan dan Kawasan Pemukiman (Perkim) memanggil Arif pelaksana lapangan, dan menanyakan, "Sampean gawe opo to pak. Siapa yang gambar?" ucapnya dengan nada kesal.
Lalu seorang pria disamping pelaksana lapangan menatap dan menunjuk Agus Sugiarto Kadis Perkim sambil mengatakan, yang menggambar adalah konsultan perencana yang ditunjuk Pemerintah Kabupaten Kediri. "Lalu masuk usulan ke kementerian pak, " timpalnya.
Melihat gelagat saling tunjuk kesalahan, tiba-tiba MasBup berteriak, "Ojo salah-salahan, ojo gawe aku nesu ning kene. Nggak usah salah-salahan wes ndang sopo sing salah."
"Males aku nyambut gawe lek nggak mikirno masyarakat ngene iki. Bah-bah no duit sopo," semprot MasBup ke Kadis Perkim.
Ditempat yang sama, Arif sang pelaksana lapangan tetap ngotot bahwa pihaknya sudah sejak awal dalam rapat sosialisasi menegaskan bahwa menurut desain di depan rumah tidak ada akses, namun akses itu diberikan di fasilitas umum seperti masjid dan sekolah. Lalu kenapa trotoar itu harus 120 cm meski di perencanaan awal 90 cm? karena kita terbentur dengan aturan permen (peraturan menteri-red), kilah Arif.
Menanggapi pernyataan itu, MasBup semakin geram dengan menatap tajam pelaksana lapangan menegaskan, "Pak aturan diatur bukan untuk mempersulit masyarakat, kono ngetutne aturan masyarakat sing kangelan. Sing ngeluh sopo sampean opo aku? Sampean ngetutno aturan, aku sing mengawasi. Kono ngetutne aturan akhire dadine koyo ngene, sing ngeluh kono opo aku?"
Lagi-lagi Arif sang Pelaksana Lapangan membela diri, "Saya hanya menceritakan kronologi." Bupati menyambung, "Saya nggak butuh ceritamu, sing tak butuhne iki masalahe piye.