Pemilu 2024 Menjadi Ajang Perang Influencer dan Bagaimana Peran Pers Telah Berubah Fungsi

- 1 Februari 2024, 10:00 WIB
Warga melihat aplikasi pengawasan pelaksanaan Pemilu 2024 di Jakarta, Selasa, 28 November 2023.
Warga melihat aplikasi pengawasan pelaksanaan Pemilu 2024 di Jakarta, Selasa, 28 November 2023. /ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/rwa/

OKE FLORES.COM - Pemilu 2024 di Indonesia menjadi sorotan tidak hanya karena proses demokrasi, tetapi juga karena perubahan dramatis dalam peta media sosial. Perang Influencer menjadi bagian integral dari kampanye politik, sementara peran pers mengalami transformasi yang signifikan. Artikel ini akan menjelaskan bagaimana Pemilu 2024 menjadi ajang perang influencer dan bagaimana peran pers telah berubah fungsi.

Perang Influencer: Sosial media telah menjadi alat utama bagi kandidat politik dalam upaya mereka untuk memenangkan hati pemilih. Pemilu 2024 menyaksikan pertempuran di ranah digital, di mana para influencer memiliki peran kunci dalam memengaruhi opini masyarakat. Bukan hanya figur politik, tetapi juga influencer dari berbagai bidang, mulai dari selebriti hingga ahli dalam berbagai industri, menjadi ujung tombak kampanye politik.

  1. Kampanye yang Kreatif dan Interaktif: Influencer menggunakan platform media sosial untuk menyampaikan pesan kampanye dengan cara yang lebih kreatif dan interaktif. Video, meme, dan konten yang mudah diserap menjadi senjata ampuh untuk menyebarkan narasi politik. Kandidat yang dapat memanfaatkan influencer dengan baik memiliki peluang besar untuk mencapai pemilih muda dan meningkatkan popularitas mereka.

  2. Polarisasi Opini Publik: Perang influencer juga memperkuat polarisasi opini publik. Pengguna media sosial cenderung terpapar pada konten yang sesuai dengan pandangan mereka, menciptakan gelembung informasi yang sulit ditembus. Hal ini dapat memperumit debat politik dan membuat masyarakat semakin terpolarisasi.

Transformasi Fungsi Pers: Sementara perang influencer mendominasi dunia maya, peran pers dalam Pemilu 2024 mengalami transformasi yang signifikan.

  1. Fakta vs. Opini: Pers berusaha untuk tetap menjadi penjaga fakta di tengah arus informasi yang dipolitisasi. Namun, dengan cepatnya penyebaran berita palsu dan narasi yang dimanipulasi, tugas pers menjadi semakin sulit. Masyarakat dihadapkan pada tantangan membedakan antara berita objektif dan opini subjektif.

  2. Keterlibatan Aktif: Pers tidak lagi hanya berperan sebagai pengamat yang netral, tetapi juga terlibat aktif dalam memoderasi debat politik. Media mencoba untuk menjadi penghubung antara kandidat dan pemilih, memberikan wadah untuk dialog terbuka dan adil.

  3. Pertumbuhan Citizen Journalism: Munculnya citizen journalism melalui platform media sosial memberikan peran baru bagi masyarakat dalam menyampaikan informasi. Namun, hal ini juga menghadirkan risiko terkait keberimbangan, validitas, dan akurasi informasi.

Pemilu 2024 telah menyaksikan perubahan besar dalam cara politik disampaikan kepada masyarakat. Perang influencer telah menjadi kekuatan utama dalam membentuk opini publik, sementara pers berupaya untuk tetap relevan sebagai penjaga fakta. Bagaimanapun, perlu diingat bahwa tanggung jawab akhir tetap ada pada masyarakat untuk menjadi konsumen informasi yang kritis dan menyadari dampaknya terhadap demokrasi.***

Editor: Adrianus T. Jaya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x