GJ dan BAM Masuk Penjara Kasus Pengadan Lahan Terminal Kembur di NTT, Peneliti: Kasus Setingan

- 10 Juni 2023, 22:13 WIB
Foto:Peneliti Lembaga Alpha Research Database Jakarta, Ferdy Hasiman
Foto:Peneliti Lembaga Alpha Research Database Jakarta, Ferdy Hasiman /

 

Jakarta, Oke Flores-Kasus terminal kembur, menurut saya agak aneh dan agak janggal, apa lagi kemarin pengadilan tinggi menghukum bapa Gregorius seberat beratnya. Seolah-olah dia adalah aktor utama dibalik kasus ini. Gila ini!

Hal ini disampaikan oleh Peneliti Lembaga Alpha Research Database Jakarta, Ferdy Hasiman melalui sambungan telpon kepada media ini pada Sabtu (10/06) malam.

Dirinya juga mempertanyakan motif Pengadilan Tinggi Kupang menambahkan hukuman kepada Gregorius Jeramu (GJ) selaku pemilik lahan Terminal Kembur.

"Saya harus bertanya tentang motif dari pengadilan ini untuk menambah hukuman terhadap bapak Gregorius. Apa benar dia aktor intelektual dibalik semua ketidak benaran dalam  kasus terminal kembur ini? Agak aneh menurut saya" kata Ferdy.

Baca Juga: Korban TPPO Berguguran, KOMPAK INDONESIA Sebut 'Ancaman' Gubernur NTT Hanya Isapan Jempol

Ferdy menyatakan, dasar pokoknya dia (GJ) menjual tanah berdasarkan SPPT PBB. Versinya kejaksaan itu kan bukan sebagai alas hak. Karena itu bukan sebagai alas hak maka kejaksaan menuntut dia bersalah dan harus bertanggung jawab atas penjualan yang bermasalah. Pertanyaan saya balik begini, memang sebodoh itu negara beli tana orang?

"Misalnya saya sebagai pembeli, masa saya harus beli tanah yang bermasalah, tidak harus memeriksa dulu, masa saya tidak berkonsulatasi dengan tim-tim legal yang bisa menunjuk bahwa model-model begini bisa beli atau tidak, apakah bermasalah dikemudian hari atau tidak," ungkap Ferdy.

"Jadi negara ini sangat bodok menurut saya, daerah ini, atau dinas perhubungan Manggarai Timur. Kalau bapa Gregorius ini menjual tanpa sertifikat, masa saya harus membeli. Pertanyaan saya apakah staf yang jadi tersangka tidak punya tim legal untuk memeriksa keabsahan dari SPPT PBB ini, kan itu dulu harus ditanyakan. Masa staf yang harus punya otoritatif penuh, untuk membeli tanah tanpa sepengetahuan atasan!" tanya Ferdy.

Baca Juga: Demo Terminal Kembur, PMKRI Cabang Ruteng: Copot dan Periksa Kajari Manggarai

Menurut Ferdy, Kepala Dinas Perhubungan Manggarai Timur saat itu menjabat yang harus bertanggung jawab atas kasus ini.

"Menurut saya Kepala Dinas yang harus bertangung jawab. Siapa saja yang kepala dinas pada saat itu. Tidak mungkin staf itu yang inisyatif untuk membeli lahan yang nota bene untuk membangun terminal, pasti ini melibatkan sebuah perencanaan yang matang dari atasan sampai di bawah. Pembelian tanah juga pasti atas sepengetahuan atasan," ungkapnya.

Menurut Ferdy, persoalan ini muncul lantas tahun 2015 masalah terminalnya terbengkelai, aktor intelektual dibalik ini dia mau mengelak.

Dikatakan Ferdy, mungkin ada orang yang lobi sana sini dan dia mau coba untuk meletakan kasus ini bahwa yang bermasalah adalah bapak Gregorius. Ini kan aktor intelek tual kita harus dapat. Jadi ini kerja mafia, bahkan dalam kasus ini ada mafia terstruktur dalam penegakan hukum.

"Mereka mencoba untuk menseting bahwa jaksa nanti hanya menuntut orang orang yang istilah bapak Gregorius ini orang kecil lah, mereka tidak punya kuasa untuk melawan, tidak punya kuasa juga untuk melobi. Lalu pertanyaan saya, pertama,  kasus yang 3,6 miliar yang sudah teliti tahun 2015 di hilangkan? Lalu yang kedua, orang yang membuat perencanaan atas tanah itu tidak bertanggung jawab?" tanya Ferdy lagi.

Menurut Ferdy, ada setingan kasus pengadaan lahan terminal Kembur.

"Setingan begini, kenapa kejaksaan tidak menelusuri lebih jauh soal aktor intelektual dibalik perencanaan pembelian tanah, apakah ini hanya staf, tidak mungkin staf itu punya otoritas penuh untuk membeli tanah, tidak mungkin, karena dari sini akan dikeluarkan anggaran, uang negara, itu harus bertanggungjawab itu adalah atasannya," ungkap Ferdy.

Ferdy menjelaskan, kepemilikan lahan orang manggarai itu orang suda tau semua, yang disebut dengan tanah adat itu tidak tertulis, tua golo dan tua teno (tokoh adat) itu tidak perna menulis bahwa dalam hukum-hukum adat itu segini kau punya itu (tanah), sertifikat itu administrasi yang dibuat oleh birokrasi moderen.

"Kita punya tanah di kampung kampung tidak bersertifikat zaman dulu, karena di tunjuk berdasarkan wewenang otoritatif dari tua teno dan tua golo di kampung kampung, munculnya sertifikat itu karena ada hukum birokrasi moderen, makanya tanah itu harus bersertifikat," terang dia.

Dikatakan Ferdy, Kejaksaan mengabaikan bahwa proses pemberian tanah hak ulayat orang Manggarai tidak melalui hukum positif yang seperti sekarang, sebenarnya masih ada hukum adat seperti hak ulayat yang di akui dalam hukum positif.

terminaBaca Juga: Vonis Hakim Kasus Terminal Kembur, PMKRI Ruteng Angkat Bicara

"Ada aktor intelektual yang  meseting kasus ini agar bapa gregorius yang bermasalah, ada aktor intelektualnya, makanya ini harus di geledah, mau kejaksaan atau siapapun orang orang ini harus di geledah,"

"Makanya saya minta politisi yang di senayan yang sering teriak tentang kasus mafia hukum  ditingkat nasional, yang begini begini di Dapilnya harus diteriakin juga, jangan hanya teriak kasus kepentingan nasional, yang begini juga harus diteriakin, supaya semua terbuka, transparan dalam proses hukum,"

"Jadi tidak boleh hanya ada warga atau masyarakat yang lemah untuk diseting jadi bermasalah, untuk meloloskan orang orang yang lebih kuat,  padahal ada aktor intelektual dibalik perencanaan pembangunan Terminal Kembur," ungkapnya.

Menurut Ferdy, hal ini tidak boleh dibiarkan, dirinya meminta DPR RI dari Dapil NTT untuk menyuarakan ketidakadilan terhadap kasus pengadaan tanah terminal Kembur.

"Ini harus diteriakin, kalau mereka yang punya otoritas di parlemen cobalah berteriak tentang kasus hukum di daerah di dapilnya sendiri, jangan hanya suka berteriak yang wara wiri supaya dilihat orang bahwa ini orang keren, hebat, padahal tidak ada hebatnya dan di dapilnya banyak masalah," ungkapnya.

"Kita minta teman teman di DPR harus teriak soal ini, baik DPR di Daerah, DPR Provinsi dan maupun DPR di Pusat." tambahnya.

Lagi-lagi menurut Ferdy, dalam kasus ini, ada skenario besar agar bapak Gregorius dan staf-staf juga masuk penjara, lalu atasannya yang membuat perencanaan dibebaskan.

"Ini kasus yang tidak bisa terpisahkan satu sama lain, kasus pengadaan tanah sampai pembangunan fisik terminal Kembur menjadi satu kesatuan, supaya aktor-aktornya ditangkap, semuanya harus diperiksa," tegas Ferdy.

Baca Juga: GJ dan BAM Dipenjara Kasus Pengadaan Lahan Terminal Kembur, Ketua PMKRI: ‘Hakim tidak hargai hukum adat’

Ferdy juga menyampaikan, dirinya sangat yakin dengan penegak hukum bahwa mereka akan menelusuri fakta fakta dengan jelas. Menurut dia, fakta dalam hukum adalah sebuah kesakralan, maka untuk mengambil keputusan dengan tepat jaksa-jaksa juga harus mempertimbangkan hal yang diluar prosedur hukum, misalnya soal hak kepemilikan atau hak ulayat orang Manggarai menjadi basis pertimbangan.

"Menurut saya Jaksa dalam mengambil keputusan hukum bukan berdasarkan prosedur-prosedur legal semata, jadi harus melihat pertimbangan yang lain seperti hak ulayat," ungkapnya.

Lebih jauh dijelaskannya, Publik di NTT, di Manggarai Timur, Manggarai dan Manggarai Barat harus membuka mata terhadap kasua ini.

"Mari kita periksa bersama bahwa apakah kasus ini kira kira berujungnya dipenjaranya bapak Gregorius dangan seorang staf atau harus menelusuri lebih lanjut sampai terbengkelainya terminal Kembur, karena ini satu kesatuan." ungkapnya.

Editor: Paulus Adekantari


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x