Berikut 5 Tips Memilih Makanan untuk Menghindari Kolesterol Tinggi

30 September 2023, 18:30 WIB
Berikut 5 Tips untuk Menghindari Kolesterol Tinggi dalam Memilih Makanan /pexels.com

OKE FLORES.COM - Banyak orang mengalami kolesterol tinggi, dan makanan dengan kolesterol tinggi dianggap buruk oleh masyarakat.

Meskipun demikian, kolesterol pada dasarnya membantu metabolisme tubuh; itu bukanlah penyakit.

Dr. Hans Kristian, ahli gizi, CSN, PN1, menyatakan bahwa kolesterol, bahan baku yang menyerupai lemak, memiliki banyak manfaat untuk metabolisme tubuh. Sekitar 80 persen kolesterol dibuat oleh tubuh manusia, dengan produksi kolesterol terbesar di usus halus dan liver.

Baca Juga: Berikut Faktor-Faktor Semangat yang Dapat Meningkatkan Peluang Seseorang untuk Berumur Panjang

"Jadi, selama ini, yang dikatakan penyakit kolesterol itu adalah hasil dari penumpukan dan penyumbatan dari pembawa kolesterol atau LDL (Low-density lipoprotein), meskipun jenisnya juga bukan hanya satu," katanya dalam keterangan pers, Jumat, 29 September 2023, dilanir dari pikiran-rakyat.com, Sabtu, 30 September 2023.

Menurut Hans, sampai sekarang belum ada studi ilmiah yang menyatakan bahwa makanan tinggi kolesterol yang menyebabkan penyakit kardiovaskular, seperti penyakit jantung, stroke, dan lain-lain. Bahkan studi terbaru dari JAMA Internal Medicine tahun 2022 menyatakan tidak ada hubungan konsisten antara kolesterol yang tinggi dan penyakit kardiovaskular.

Hans mengatakan, predikat buruk yang melekat pada kolesterol tidak lepas dari minimnya edukasi kesehatan di kalangan masyarakat awam. "Kolesterol makanan itu berbeda dengan kolesterol dalam darah," ucap dokter lulusan Universitas Airlangga Surabaya ini.

Hans mengatakan, tidak semua makanan yang tinggi kolesterol perlu dihindari. "Itu tergantung dari sumber, proses pengolahan, dan kombinasi menunya," kata pria yang juga aktif membagikan tips kesehatan di kanal YouTube SB30 Health ini.

Hans memberikan beberapa tips untuk menghindari penumpukan LDL ketika memilih makanan.

1. Kurangi asupan gula dan karbohidrat olahan

Menurut Hans, selama ini banyak orang merasa lebih was-was dengan kolesterol dan lemak makanan. Padahal, asupan gula dan karbohidrat olahan, seperti yang terdapat di mie, roti, kerupuk, keripik, bolu, dan lain-lain, yang berlebihanlah yang meningkatkan LDL, trigliserida, dan indikator penyakit kardiovaskular yang lain.

"Uniknya, gula ini sering tersembunyi dan banyak orang yang tidak menyadari ketika mereka konsumsi menu yang tinggi gula," katanya.

Bahkan di dalam produk kemasan, ujar Hans, banyak nama gula yang tidak disebut sebagai gula, misalnya dextrose, maltodextrin, molasses, dan lain-lain. "Belum lagi dengan kebiasaan makan orang Indonesia yang pada umumnya tinggi karbohidrat, karena apa pun karbohidratnya, kecuali serat, akan dipecah dalam tubuh menjadi glukosa atau gula," katanya.

2. Hindari makanan yang diproses secara berlebihan (ultra processed food)

Hans menuturkan, pengertian batas 'berlebihan' perlu diperhatikan. Soalnya, ada perbedaan mendasar antara makanan yang diproses secara wajar, seperti soto ayam, ikan bakar, daging rendang, dan lain-lain, dengan makanan yang diproses secara berlebihan, seperti sosis, nugget, crabstick, bakso, dan lain-lain.

"Ultra processed food ini mempunyai ciri khas. Bentuknya sudah jauh berbeda dengan bahan baku asalnya, ditambahkan bahan kimia sintetis, dan memiliki rasa yang sangat umami sampai membuat ketagihan," katanya.

Menurut Hans, dampak dari makanan yang diproses secara berlebihan dapat membebani kerja organ liver. Hal itu kemudian dapat menganggu metabolisme kolesterol dalam tubuh dan memicu peradangan, salah satunya di jantung dan pembuluh darah.

3. Perhatikan sumber lemak jenuh

Hans mengatakan, selama ini banyak yang mengecap lemak jenuh adalah lemah jahat. Namun sebenarnya tidak semua lemak jenuh itu berbahaya untuk kesehatan.

"Lemak jenuh yang berasal dari sumber alami seperti daging merah, virgin coconut oil, bahkan santan kelapa asli, sebenarnya tidak berdampak negatif untuk kesehatan selama dikonsumsi sesuai kebutuhan dan proses pengolahannya benar," katanya.

Menurut dia, atasan untuk pasien yang sudah memiliki masalah kardiovaskular memiliki perbedaan dengan orang yang sehat secara metabolik." Kalau sudah punya masalah kesehatan lebih baik konsultasikan dulu ke dokter dan ahli gizi bagaimana pengaturan asupan lemak yang baik, karena jenis lemak itu banyak dan lemak juga merupakan salah satu makronutrisi yang sangat diperlukan oleh tubuh," katanya.

Hans menyebutkan, sumber makanan, seperti alpukat, kacang-kacangan, biji-bijian, atau minyak zaitun, bisa menjadi sumber lemak pilihan untuk siapa pun yang memang perlu membatasi asupan lemak jenuh.

4. Kurangi atau hindari gorengan

Sekalipun menggunakan minyak yang bebas kolesterol atau bahan yang digoreng bebas kolesterol, bukan berarti itu semua tidak meningkatkan kolesterol LDL dalam darah.

Hans mengatakan, kolesterol makanan berbeda dengan kolesterol dalam darah. "Salah satu faktor terbesar yang menyebabkan peningkatan LDL adalah peradangan, dan ini kontribusinya sangat besar dari makanan yang digoreng," katanya.

Maksud goreangan itu, seperti deep frying yang berbeda dengan metode menumis atau mengoseng. "Dan sebaiknya hindari minyak yang tinggi omega 6 misalnya minyak jagung, minyak kanola, minyak kedelai," katanya.

5. Jangan ‘mager’

Hans mengatakan, tidak malas bergerak menjadi salah satu kunci menghindari kolesterol tinggi. Tidak harus melakukan olahraga yang berlebihan meskipun olahraga itu sangat penting.

"Aktivitas fisik non olahraga pun juga penting untuk diperhatikan terutama bagi orang yang masih belum mampu atau mau berolahraga," katanya.

Mager atau malas bergerak dikatakannya menjadi salah satu penyebab gangguan metabolisme tubuh. Selain itu berdampak pada keseimbangan hormonal.

"Apalagi dengan pola hidup yang serba instan, aktivitas fisik juga memegang peranan yang penting dalam menjaga kadar LDL," katanya.

Ia menyarankan untuk perbanyak langkah kaki atau pilih tangga untuk naik turun sebagai salah satu cara mudah yang bisa dipilih untuk tetap aktif bergerak.

Hans mengatakan bahwa melakukan hal-hal di atas dapat membantu mencegah penyakit jantung. Namun, ada juga faktor lain yang memengaruhi risiko penyakit jantung, seperti merokok, konsumsi alkohol, dan genetik (kelainan bawaan). Pola hidup masih merupakan faktor terbesar.

Menurutnya, masyarakat sebaiknya tetap melakukan pemeriksaan secara berkala, terutama cek darah setiap tahun sekali atau setiap 6 bulan sekali untuk yang lebih berisiko. "Jangan terlalu pede dengan apa yang kita lakukan karena manusia itu tidak luput dari kesalahan," katanya.***

 

 

 

 

Editor: Adrianus T. Jaya

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler