Haji Ramang Dipolisikan, Karena Diduga Melanggar Pernyataan Fungsionaris Adat

- 30 Juni 2024, 14:48 WIB
Haji Ramang Ishaka, Fungsionaris adat Nggorang di Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT. Foto/Isth.
Haji Ramang Ishaka, Fungsionaris adat Nggorang di Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT. Foto/Isth. /

 

LABUAN BAJO, OKE FLORES COM - Haji Ramang Ishaka, fungsionaris adat Nggorang di Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT, dipolisikan pada Sabtu (29/6/2024) malam, atas diduga melanggar pernyataan fungsionaris adat.

Ia dilaporkan oleh Mikael Mensen dan Stephanus Herson di Polres Manggarai Barat karena diduga terlibat dalam tindak pidana penipuan plus pasal pidana berlapis, terkait penggelapan hak atas tanah yang telah dikuasai pihak lain untuk keuntungan pribadi.

Adapun nomor laporan kedua pelapor ialah: LP/B/79/VI/2024/SPKT/POLRES MANGGARAI BARAT/POLDA NUSA TENGGARA TIMUR dan LP/B/80/VI/2024/SPKT/POLRES MANGGARAI BARAT/POLDA NUSA TENGGARA TIMUR, tertanggal 29 Juni 2024 melaporkan dugaan tindak pidana penipuan/perbuatan curang sesuai UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP pasal 378.

Baca Juga: 3 Kabupaten Terluas di Flores, NTT, Ende Termasuk?

Pelapor Mikael Mensen dan Stephanus Herson yang mengaku selaku pemilik tanah di Keranga, Kelurahan Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT tersebut melaporkan Haji Ramang Ishaka karena mereka merasa dirugikan, dimana tanah milik mereka diketahui telah dialihkan oleh Haji Ramang kepada orang lain sehingga mereka tidak nyaman mengolah tanah tersebut dan menjadi terhambat dalam proses pensertifikatan tanah mereka.

"Tanah itu milik saya dengan luas 2 hektar dan milik Mikael Mensen seluas 4 hektar, kami telah memiliki alas hak dan ditata oleh penata tanah. Alas hak tersebut berdasarkan adat sejak 1973, sedangkan surat penetapan penata tanah Haji Djudje tahun 2019, kemudian saya dan Bapak Mikael Mensen mendapatkan hibah dari pemilik tanah pertama," ungkap Stephanus Minggu, 30 Juni 2024 pagi.

Stephanus menjelaskan bahwa tanah tersebut telah diakui kepemilikannya sejak tahun 1973 dan tahun 2019 melalui proses hibah yang sah.

Baca Juga: Atlet Untag Surabaya Raih Prestasi Gemilang Kejuaraan Taekwondo Labuan Bajo

Namun, ketika mereka mengajukan permohonan sertifikat tanah di BPN Manggarai Barat pada 25 Februari 2020, mereka dikejutkan dengan informasi dari pihak BPN Manggarai Barat bahwa diatas tanah tersebut sudah ada Gambar Ukur (GU) atas nama orang lain.

"Anehnya ketika kami datang ke kantor BPN untuk mengurus sertifikat tanah tersebut, kami diberitahu bahwa tanah tersebut sudah memiliki Gambar Ukur (GU). Kami merasa ditipu oleh pihak tertentu yang telah membagi atau menata ulang tanah yang telah dibagikan secara adat kepada kami," geram Stephanus.

"Dengan muncul gambar ukur diatas tanah milik kami tersebut, kami menduga bahwa dasarnya adalah berdasarkan pembagian Haji Ramang tahun 2014, karena kami sendiri menyaksikan langsung beliau pada tahun itu pernah datang ke lokasi untuk membagi tanah itu kepada orang lain. Saat itu Ia dan rombongannya kami usir, dikarenakan ia tidak lagi memiliki hak untuk membagi tanah sejak 1 Maret 2013 sesuai surat pernyataan fungsionaris adat Nggorang," cetus Mikael Mensen mempertegas pernyataan Stephanus.

Baca Juga: Digadang-gadang Maju di Pilgub NTT 2024, Segini Kekayaan Emi Nomleni, Terlilit Hutang Ratusan Juta!

Sementara itu, Surion Florianus Adu selaku saksi pelapor menjelaskan, bahwa tanah yang diduga dibagikan ulang oleh haji Ramang ini dugaannya merupakan bagian dari 40 hektar yang di PPJB-kan pada tahun 2014 oleh notaris Billy Ginta.

"Boleh jadi tanah ini bagian dari 40 hektar tanah Niko Naput yang dijual kepada Erwin Kadiman Santoso berdasarkan akta PPJB tahun 2014 di notaris Billy Ginta," jelas Florianus Adu.

Florianus katakan, bahwa hal itu merupakan tindakan penipuan karena kesaksian Haji Ramang pada sidang pengadilan Tipikor di Kupang pada tahun 2021 dibawah sumpah, bahwa kepemilikan tanah atas nama Niko Naput seluas 10 hektar. Sementara 16 Hektar milik Nasar Supu dan 5 hektarnya atas nama Beatriks Seran yang sudah dibatalkan oleh fungsionaris adat pada tahun 1998.

Baca Juga: Truk Trailer Terguling di Tol JORR Jakarta Timur, Sopir Tewas

Stephanus Herson dan Mikael Mensen menyebutkan bahwa kasus ini mencakup berbagai pelanggaran seperti pemberitahuan bohong, pemalsuan surat dan pembagian tanah yang bukan haknya, yang semuanya diatur dalam berbagai pasal KUHP.

"Adapun Pasal pidana yang dilaporkan adalah 272 KUHP (pemberitahuan bohong), 263 KUHP (kesengajaan dalam pemalsuan surat), 385 KUHP (membagi tanah yang bukan haknya), 372 KUHP (sengaja melawan hak atas suatu benda milik orang lain), 378 KUHP (penipuan), 242 ayat 2 KUHP (kesaksian palsu)," sambung Stephanus.

Kasus menjadi Kompleks

Kasus ini menjadi kompleks dengan adanya dugaan kesaksian palsu oleh Haji Ramang yang disebutkan dalam sidang pengadilan Tipikor di Kupang tahun 2021, yang menunjukkan adanya pernyataan yang kontradiktif terkait kepemilikan tanah di Keranga.

Baca Juga: PSSI Perpanjang Kontrak Shin Tae-yong hingga Tahun 2027, Erick Thohir Sentil Prestasi sang Pelatih

Selanjutnya Feri Adu menambahkan bahwa Haji Ramang harus bertanggung jawab penuh karena diduga telah melakukan pelanggaran hukum adat.

"Ia diduga telah membagikan ulang tanah adat dan bahkan tanah negara yang bukan haknya, serta melakukan penggelapan hak atas tanah yang sudah dikuasai oleh pihak lain untuk keuntungan pribadi," tegas Florianus.

Ia berharap laporan pidana ini akan membuka semua kesaksian serta alat bukti yang terkait kepemilikan lahan di Keranga.

Baca Juga: Bocah 6 Tahun di Bekasi Terperosok ke Selokan dan Ditemukan Tak Bernyawa

"Artinya, apa dasar surat pembatalan yang dikeluarkan fungsionaris adat untuk Niko Naput dan Beatriks Seran? Haji Ramang yang mengaku sebagai fungsionaris adat Nggorang dan ahli waris Niko Naput berkewajiban menunjuk titik-titik batas lahan 40 hektar berdasarkan PPJB notaris, 27 hektar berdasarkan kesaksian saksi Miseltus Jemau yang dihadirkan ahli waris Niko Naput di pengadilan Negeri Labuan Bajo pada 24 Juni 2024 kemarin, dan berdasarkan batas-batas warkah Beatriks Seran dan Niko Naput 16 hektar yang semuanya berada di lokasi Keranga," ungkapnya.

Untuk mengetahui kebenaran informasi pelaporan di Polres Manggarai Barat, media ini pun berusaha mendatangi ruangan SPKT Polres Manggarai Barat pada Minggu (30/6/2024) siang.

Namun Polisi bernama Hendro yang sedang bertugas mengatakan, petugas semalam sudah lepas piket. Untuk bertemu petugas yang menerima laporan semalam bisa konfirmasi lahi pada Senin atau Selasa.

Baca Juga: Benarkah Lulusan SD Tahun 2024 Tidak Diberi Peluang oleh Nadiem Makarim untuk Lanjut SMP tanpa 2 Syarat Ini?

"Polisi semalam sudah lepas piket kaka, tetapi untuk bisa ketemu mereka bisa datang lagi di hari Senin atau Selasa besok," ujarnya singkat.

Namun saat kita berusaha meminta nomor kontak petugas piket semalam, ia pun tidak bersedia memberikan nomor kontak berhubung itu ranah privasi.

"Itu privasi kaka, mungkin saja saat ini mereka sedang istrahat dan tidak boleh kita ganggu. Apa lagi mereka piket sampe pagi," cetusnya.

Media ini pun meninggalkan Mako Polres Manggarai Barat.***

Editor: Adrianus T. Jaya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah