"Rendahnya tingkat pendidikan membuat anak-anak putus sekolah tidak mengetahui dampak negatif perkawinan anak," ujarnya. Sehingga, penggalakkan kembali anak untuk bersekolah lebih optimal hingga SMA perlu dilakukan.
Selain itu, dia menekankan betapa pentingnya untuk meningkatkan layanan konsultasi anak terkait perkawinan untuk lebih memahami dampak negatif dari perkawinan anak yang melibatkan perwakinan anak.
Di samping itu, dia mendorong penguatan regulasi dan lembaga-lembaga seperti di Kementerian Agama (Kemenag). "Tidak hanya yang beragama Islam tetapi juga agama-agama lainnya," ujar Agus.
Baca Juga: JARANG DIKETAHUI!! Manfaat dan Kegunaan Keramas Menggunakan Kopi untuk Menjaga Kesehatan Rambut
Pemerintah berharap pada 2024 angka perkawinan anak akan turun dari 11,21% pada 2018 menjadi 8,74%. Beberapa waktu lalu, I Gusti Bintang Puspayoga, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), menyampaikan hal itu.***