Inilah Alasan Permohonan Gugatan Undang-Undang Cipta Kerja Ditolak

3 Oktober 2023, 09:56 WIB
Inilah Alasan Permohonan Gugatan Undang-Undang Cipta Kerja Ditolak /IG.mahkamahkonstitusi/

OKE FLORES.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan gugatan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Keputusan itu disampaikan Ketua MK Anwar Usman saat sidang pengucapan putusan/ketetapan di Gedung MK, Jakarta, pada Senin 2 Oktober 2023.

Dalam amar putusan yang dibacakannya, MK menolak lima perkara gugatan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja).

Kelima perkara yang ditolak tersebut adalah Perkara Nomor 54/PUU-XXI/2023, 50/PUU-XXI/2023, 46/PUU-XXI/2023, 41/PUU-XXI/2023, dan 40/PUU-XXI/2023.

Baca Juga: Ketua DPP PAN Sebut Erick Thohir Meningkat dalam Elektabilitas Sebagai Kandidat Cawapres

"Mengadili, menolak permohonan para permohonan untuk seluruhnya," kata Anwar Usman, dilansir dari pikiran-rakyat.com, Selasa, 3 Oktober 2023.

Alasan Permohonan Gugatan Ditolak

Perkara Nomor 54, 41, 46, dan 50 mengajukan uji formil UU Cipta Kerja. Sementara Perkara Nomor 40 mengajukan uji formil dan materi atas UU tersebut.

Dalam konklusinya, MK menilai permohonan para pemohon kelima perkara itu tidak beralasan menurut hukum. Sehingga, adik ipar Presiden Jokowi itu pun menyatakan permohonan gugatan terhadap UU Cipta Kerja ditolak.

"Pokok permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya," ucap Anwar Usman.

Isi Gugatan UU Cipta Kerja

15 pemohon dari berbagai federasi serikat pekerja Indonesia mengajukan Perkara Nomor 54. Para pemohon meminta MK untuk menetapkan bahwa UU Cipta Kerja tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan tidak memenuhi persyaratan pembentukan UU berdasarkan UUD 1945.

Selain itu, mereka meminta putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 untuk mengembalikan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Dua orang dari Konferensi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) kemudian mengajukan Perkara Nomor 41. Mahkamah memutuskan bahwa UU Cipta Kerja tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan tidak memenuhi persyaratan UU 1945.

Selain itu, pemohon dalam kasus tersebut meminta agar seluruh bagian dari UU Cipta Kerja yang telah diubah dan dihapus dinyatakan berlaku kembali.

14 orang, terdiri dari serikat, yayasan, perkumpulan, dan federasi pekerja, juga mengajukan Perkara Nomor 46. Diputuskan bahwa permohonan untuk UU Cipta Kerja tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan tidak memenuhi persyaratan pembentukan UU berdasarkan UU 1945.

Berikutnya, Partai Buruh, dipimpin oleh Presiden Partai Said Iqbal, mengajukan Perkara Nomor 50. Partai Buruh ingin membuat UU Cipta Kerja tidak memiliki kekuatan hukum mengikat karena tidak memenuhi persyaratan pembentukan UU berdasarkan UUD 1945.

Perkara 'Khusus' Nomor 40

Terkait Perkara Nomor 40 yang mengajukan permohonan uji formil dan materi, pemohonnya adalah gabungan federasi, persatuan, dan serikat pekerja yang terdiri dari 121 orang pemohon. Dalam petitum formil, pemohon meminta pembentukan UU Cipta Kerjadinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Sementara dalam petitum materinya, pemohon perkara tersebut meminta sejumlah pasal dalam UU Cipta Kerja dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Khusus untuk Perkara Nomor 40, MK menyatakan bahwa permohonan formil dan materi tidak dapat digabungkan dalam satu permohonan. Karena pengujian dinyatakan tidak beralasan menurut hukum, maka pemeriksaan pengujian materi akan segera dilanjutkan.

MK: Pembentukan UU Ciptaker Sesuai UUD 1945

Dari berbagai pertimbangannya, MK berpendapat pembentukan UU Cipta Kerja secara formil tidak bertentangan dengan UUD 1945. Sehingga, aturan itu tetap memiliki kekuatan hukum mengikat.

Dalam perjalanannya, terdapat empat dari sembilan Hakim Konstitusi yang memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion) atas putusan tersebut.

"Yaitu Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Hakim Konstitusi Saldi Isra, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, dan Hakim Konstitusi Suhartoyo," ujar Anwar Usman.***

Editor: Adrianus T. Jaya

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler