Dalam RDPU, UMKM Akur Usulkan Rumah Terapi Anak Disabilitas ke DPRD Kabupaten Kediri

10 November 2023, 09:48 WIB
Foto. Dalam RDPU bersama Komisi IV DPRD Kabupaten Kediri, UMKM AKUR mengusulkan pendirian rumah terapi bagi anak disabilitas /

KEDIRI, OKE FLORES.COM - Banyaknya anak-anak disabilitas di Kabupaten Kediri terutama wilayah utara yang kurang tertangani dengan baik membuat UMKM Akur prihatin. Sampai saat ini masih banyak keluhan dari para orang tua terkait pelayanan kesehatan dan kesejahteraan sosial anak disabilitas.

Jumlah anak disabilitas yang ditangani UMKM Akur semakin lama semakin bertambah. Per hari ini (6 November 2023 - red) jumlah anak disabilitas usia 2—13 tahun yang terdata di UMKM Akur mencapai 69 anak baik dari kabupaten maupun luar kabupaten. 50% persen dari anak binaan UMKM Akur ini dengan kondisi Cerebral Palsy ringan hingga berat. Menyusul kemudian anak dengan kondisi Speech Delay, Hiperaktf, Down Syndrom, Autis, dan slow Learner.

Pelayanan kesehatan dari pemerintah yang sudah ada, dirasa kurang maksimal dalam mengatasi masalah yang terjadi, khususnya bagi anak disabilitas. Belum adanya balai rehabilitasi medik khusus disabilitas menjadi salah satu faktor kurangnya pelayanan kesehatan disabilitas secara komprehensif.

Baca Juga: Terkait Kebutuhan Susu Bagi Anak Disabilitas, Anggota Dewan Sebut Tidak Bisa Diganti dengan Tajin!

Oleh karena itu, UMKM Akur Kampung Inggris Pare turut andil dalam menangani persoalan yang dialami anggotanya selama ini.

Sebelum terjadi audiensi dengan DPRD Kemarin (Senin, 6 November 2023), UMKM Akur sudah mengirimkan surat audiensi ke Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana, akan tetapi dialihkan ke Dinas Sosial Kabupaten Kediri dan terjadi audiensi pada tanggal 14 September 2023 lalu.

Selama ini, untuk pelaksanaan terapi gratis dan pengobatan anak-anak disabilitas binaan UMKM Akur anggarannya berasal dari dana CSR lembaga kursus anggota UMKM Akur Kampung Inggris dan dari donatur lain. Namun, jika peserta terus bertambah banyak, UMKM belum mampu mengcover semua biayanya.

Selain soal anggaran, tempat pelaksanaan terapi juga menjadi kendala bagi UMKM Akur. Tempat terapi sering berpindah-pindah dari satu lembaga ke lembaga lain. Ini juga menjadi kendala utama, sejatinya lembaga kursus tersebut dipakai untuk pelaksanaan belajar kursus bahasa asing.

Hal ini dipertegas Ketua Umum UMKM Akur Kampung Inggris Pare Dwi Yudi Ardiansyah.

Dikatakan, “Dulu kami sudah mengajukan dua surat untuk audiensi ke Mas Bup dan DPRD bukan audiensi ke dinsos dulu. Selama ini belum ada campur tangan dari pemerintah.”

“Jumat kemarin saya sempat meminta kalau ada tempat dari pemerintah yang kosong, Pak. Mungkin saya bisa pinjam. Selama ini tempatnya di lembaga Kampung Inggris. Jadi kami ini lama-lama ndak enak pinjam tempat kursus untuk terapi.”

“Untuk yang terapi anak-anak, kami kerjasama dengan IFI Kabupaten Kediri, IOTI, dan IKATWI. Nah, dari sini kami juga ingin Kediri ini punya Rumah Terapi. Alhamdulillaah... kemarin ada tanggapan dari dokter Afis (RS SLG) saya dipinjami tempat di Klinik Medika Utama Pare, gratis. Nanti saya survei lokasi bersama dokter Afis,” tegasnya.

"Saya kepingin tahu andil dari pemerintah sejauh mana. Ini kan anaknya pemerintah Kediri sendiri, putra daerah Kediri. Anak disabiltas sampai segitu banyaknya tetapi tidak ada rumah kesehatan, rumah terapi khusus anak disabilitas. Negara hadir di mana? Ya itulah kenapa kami ingin berkeluh kesah kepada wakil rakyat. Karena teman-teman keluarga disabilitas belum tahu cara berdiplomasi dengan pemerintahan,” ungkapnya.

Masalah lain soal administrasi yang dialami anak-anak disabilitas, ketika proses pembuatan jaminan kesehatan juga mendapat perhatian khusus dari perkumpulan pedagang UMKM Akur. Kenyataannya, alur pendaftaran yang ribet untuk memperoleh jaminan kesehatan.

“Dinas Sosial memang sudah menjelaskan alur pendaftarannya, tapi kenyataan di lapangan tidak semudah itu,” tandas Dwi Yudi Ardiansyah.

Fakta di lapangan ditemukan masih banyak masalah terkait administrasi, misalnya, pasien BPJS mandiri yang dulu mampu membayar sekarang sudah tidak mampu bayar ingin pindah ke KIS susah. Adanya tunggakan iuran BPJS pasien mandiri yang sudah tidak terbayarkan karena kondisi ekonomi. Bahkan ada yang belum memiliki jaminan kesehatan karena tidak terdata oleh pemerintah setempat, ujarnya.

Ada keluarga pasien yang dulunya penerima Jamkesda karena program sudah tidak ada sekarang bingung. Menunggu KIS, pemerintah belum ada titik terang. Ini menjadi sebuah dilema bagi anggota UMKM Akur, hal ini diungkapkan Sri Lestari Ketua Divisi Disabilitas.

Ia membeberkan, “Ada orang tua telpon saya anaknya sakit demam dua hari kondisi Cerebral Palsy. Anaknya dulu penerima Jamkesda berhubung Jamkesda sudah tidak ada dan KIS belum jadi. Akhirnya kami konsultasikan ke dokter dan tebus obat dengan dana CSR Kampung Inggris.”

“Saya sudah setor data 10 anak ke Pak Nizam Camat Pare tanggal 02 Agustus 2023 lalu terkait kendala Jamkes mereka. Ada yang memiliki tunggakan iuran BPJS selama dua tahun, ada yang belum punya KIS. Ada yang KISnya tidak aktif. Data tersebut sesuai KK yang saya terima, jadi kalau misalnya ada yng pindah domisili ya itu kami kurang tahu karena keterbatasan kami sebagai relawan,” timpalnya.

“Trus untuk data anak-anak, saya sudah menyetorkan data anak binaan Akur ke Kecamatan Pare, Kecamatan Badas, dan Dinas Sosial. Tapi di rapat kemarin (RDPU 6 November 2023) Dinsos kok minta kami segera kirim data.”
“Bulan kemarin tanggal 19 Oktober 2023 saya minta tolong ke teman saya untuk mengantarkan karena saya laka belum bisa ngantar sendiri. Surat dan datanya sudah di Dinsos tapi teman saya lupa tidak meminta tanda bukti dan tidak memfoto waktu penyerahan datanya.”
“Saya mengirim tiga bendel surat ke Dinsos. Satu bendel berisi data anak disabilitas binaan Akur se-Kabupaten Kediri. Satu bendel lagi berisi pengajuan ASPD Plus Provinsi untuk anak dengan kondisi Cerebral Palsy, dan satu bendel lagi pengajuan alat bantu anak disabilitas. Tapi kalau Dinsos minta lagi, nanti segera kami kirim ulang,” ucap Sri Lestari.

Berdasarkan kasus tersebut, itu menandakan kebutuhan pelayanan kesehatan untuk anak disabilitas sangatlah penting dan urgent. Usulan Rumah Terapi harus ada tindak lanjut dan campur tangan dari pemerintah.

Sementara itu, H. Mudhofir, S.H., Ketua Komisi IV DPRD meminta kepada Dinsos, Dinkes, dan dinas terkait untuk mengajukan anggaran dana Rumah Terapi di dalam APBD 2024.

“Untuk teman-teman Akur Kampung Inggris, pendirian rumah terapi tidak mudah seperti membalikkan telapak tangan. Sudah menyangkut pembangunan, anggaran dan perlu banyak pihak. Kalau memang ini menurut kajian sangat mendesak silahkan nanti apakah dinas kesehatan atau dinas sosial untuk menganggarkan rumah terapi. Mumpung ini sebentar lagi pembahasan APBD tahun 2024,” jelas Mudhohir.

"Insyaallah kami yang di bagian anggaran ada Pak Totok dari Nasdem dan Mas Yusuf dari PAN supaya siap menyampaikan ke ketua fraksi atau pimpinan masing-masing untuk memprioritaskan, mengalokasikan anggaran rumah terapi,” harapnya.

Sri Lestari kembali memperjelas alasan pihaknya mendesak pendirian rumah terapi.

“Begini Pak, kami ini menginginkan adanya rumah terapi supaya anak-anak yang putus terapi karena terkendala biaya, dll bisa terakomodir di sini. Anak yang sedang dalam proses mengurus jaminan kesehatan, perpindahan BPJS dari mandiri ke KIS, maupun yang setahun lebih sedang menunggu ketidakjelasan kabar KIS bisa terlayani di rumah terapi,” terangnya.

Sri menegaskan, “Di situ nanti kan bisa hadir para relawan. Anak-anak disabilitas Kabupaten Kediri diharapkan bisa terlayani dengan baik, anak luar kabupaten bisa dicarikan relawan dan dana CSR. Di komunitas Kediri Utara ini anggotanya tidak hanya dari Kabupaten saja. Selama ini relawan kesehatan dari RS Kilisuci, ada dokter umum, analis lab, dan perawat, dari terapisnya ada dari IFI Kabupaten.”***

Editor: Adrianus T. Jaya

Tags

Terkini

Terpopuler