Geruduk Kantor Kejagung dan MA, SP NTT: Pecat dan Periksa Jaksa dan Hakim yang Tangani Kasus Terminal Kembur

- 6 Juli 2023, 07:55 WIB
Foto: Perwakilan Serikat Pemuda Nusa Tenggara Timur (SP-NTT) saat ketemu dengan perwakilan Kejagung
Foto: Perwakilan Serikat Pemuda Nusa Tenggara Timur (SP-NTT) saat ketemu dengan perwakilan Kejagung /

JAKARTA, OKEFLORES.com-Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Serikat Pemuda Nusa Tenggara Timur (SP-NTT) Jakarta melakukan aksi unjuk rasa di depan Kejagung dan Mahkamah Agung pada Rabu 5 Juli 2023.

Preslis yang diterima media ini, Rabu 05 Juni 2023, Kehadiran SP-NTT di Kejagung dan Mahkamah Agung merupakan bentuk respon atas kasus pengadaan lahan terminal Kembur, di Manggarai Timur, NTT yang begitu menyita perhatian publik indonesia dan NTT khususnya sejak Gregorius Jeramu pemilik lahan terminal Kembur dan Benediktus Aristo Moa sebagai ASN, ditetapkan sebagai tersangka pada 28 Oktober 2022 oleh Kejaksaan Negeri Manggarai.

SP- NTT mengatakan, proses penanganan tindak pidana korupsi pembangunan Terminal Kembur, Kelurahan Satar Peot, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur berawal dari tidak berfungsinya gedung terminal setelah selesaih dibangun pada 2015 yang menghabiskan anggaran senilai Rp 3,6 miliar yang mendasari Kejaksaan Negeri Manggarai melakukan penyelidikan terhadap pembangunan terminal tersebut.

Bapak Gregorius Jeramu didakwa telah menguntungkan diri sendiri karena menjual tanah seluas total 7.000 m2 (tujuh ribu meter persegi) dengan nilai total Rp402.245.455 ,(empat ratus dua juta dua ratus empat puluh lima empat ratus lima puluh lima rupiah) dalam pengadaan tanah untuk Terminal Kembur tanpa alas hak atau Sertifikat Hak Milik. Penjualan tanah dilakukan atas permintaan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur kepada Sdr. Gregorius Jeramu untuk menjual tanah yang telah ia miliki dan usahakan secara turun temurun di Kelurahan Satar Peot, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur. Gregorius Jeramu awalnya menolak, tetapi karena alasan untuk kepentingan publik yakni pembangunan terminal, ia akhirnya setuju untuk menjual tanah tersebut. Proses jual beli dilakukan dengan tata cara adat Manggarai, yakni kepok dan dengan menyertakan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) tanah sebagai bukti pembayaran pajak.

Foto: Serikat Pemuda Nusa Tenggara Timur (SP-NTT) Jakarta saat gelar demo depan kantor Kejagung
Foto: Serikat Pemuda Nusa Tenggara Timur (SP-NTT) Jakarta saat gelar demo depan kantor Kejagung

Dasar penguasaan turun-temurun dengan itikad baik yang diakui oleh masyarakat dan aparat pemerintah sekitar dan tanpa adanya sengketa dengan pihak lain patut dilihat sebagai dasar kepemilikan tanah oleh Bpk. Gregorius Jeramu dan keluarga dan bukti SPT PBB NOP 53.20.020.003 021-0082.0 tanggal 20 Februari 2012 hendaknya dilihat sebagai sebuah bukti penguat atas kepemilikan dan sejarah penguasaan yang telah ada oleh Bpk. Gregorius Jeramu. Bpk. Gregorius Jeramu melakukan pelepasan hak atas tanahnya kepada pihak Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur atas dasar permintaan dari pihak pemerintah daerah yang akan melakukan pembangunan terminal. Proses administrasi pemerintahan dilakukan yang menjadi tanggung jawab negara antara lain dengan pengukuran tanah, melakukan musyawarah terkait ganti rugi, dan prosesi adat yakni "kepok" yang ditandai dengan tuak dan ayam. Negara yang memiliki kapasitas, alat, dan fungsi dalam menyelenggarakan administrasi pertanahan bertanggung jawab dalam pengukuran luasan fisik sebenarnya atas proses tersebut. Hingga dalam dokumen surat Pernyataan Jual Beli turut mengetahui adalah Camat Borong dan Kepala Desa/Lurah Satar Peot termasuk saksi yang juga telah turun-temurun tinggal disekitar lokasi tersebut.

Pelepasan dimaksud dilakukan dengan ganti rugi sejumlah uang yang telah disepakati dan dalam rangka penghargaan atas hak milik atas tanah Bpk. Gregorius Jeramu yang dilepaskan untuk kepentingan umum. Pada 2019, ketika pada akhirnya diterbitkan Sertifikat Hak Pakai Nomor 00005 tanggal 23 September 2019 kepada Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur, patut dilihat sebagai pembuktian telah diakuinya pelepasan hak secara administratif pertanahan. Bahkan dalam gambar tanah pada Surat Ukur Sertifikat Hak Pakai tersebut, tertera batas-batas tanah yang mencakup eksistensi tanah milik Bpk. Gregorius Jeramu.

SP-NTT menilai, tidak berfungsinya Terminal Kembur yang telah menghabiskan anggaran senilai Rp 3,6 miliar lebih pasca pelepasan tanah dimaksud haruslah menjadi tanggung jawab Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur dalam pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dengan mengacu pada tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Dakwaan jaksa terkesan bias, sengaja mengaburkan kasus dan menumbalkan Bpk. Gregorius Jeramu demi menyelamatkan pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas kerugian negara sejumlah 3,6 miliar dalam pembangunan fisik terminal kembur.

Ada Mafia!

Kondisi yang terjadi sekarang ini dalam penegakan hukum di lembaga kejaksaan dan peradilan, seolah-olah tidak ada bedanya dengan kondisi sebelum mantra reformasi ditakbirkan. Fungsi ideal kejaksaan dan pengadilan sebagai institusi penegak hukum yang bertugas menegakkan hukum dan keadilan, serta menjamin perlindungan hak asasi manusia, pada saat ini mengalami keterpurukan, yang disebabkan karena adanya rekayasa, diskriminatif dan ketidakadilan sebagai hasil korupsi pengadilan (judial corruption), yang populer disebut mafia kejaksaan dan mafia peradilan, yang melibatkan oknum-oknum kejaksaan, hakim dll sehingga tugas utama kejaksaan dan pengadilan untuk mewujudkan keadilan dan kedamaian ditengah masyarakat masih jauh dari harapan.

Mafia kejaksaan dan peradilan merupakan refleksitas dari suatu realitas yang unsur-unsur keberadaannya bersifat melawan hukum formal dan materiil. Mafia kejaksaan dan peradilan merupakan bentuk kegagalan kejaksaan dan peradilan sebagai sarana mencari keadilan, telah menjadi pola tindakan menyimpang dalam proses penegakan hukum. Mafia kejaksaan dan peradilan merupakan masalah bangsa yang semakin menjadikan citra hukum rendah dalam pandangan masyarakat. Praktik mafia kejaksaan dan peradilan merupakan perbuatan melawan hukum yang merusak sendi-sendi independensi dan impasialitas pengadilan, karena rekayasa hukum yang dilakukan sindikat mafia kejaksaan dan peradilan melanggar prinsip-prinsip due process of law dalam proses peradilan pidana. Akibat langsung dari praktik mafia peradilan menimbulkan diskriminasi perlakuan terhadap pencari keadilan berdasarkan pertimbangan rasionalitas-pragmatisme, bertumpu pada kekuatan “uang dan kekuasaan”, mengabaikan prinsip penegakan hukum yang adil.

Halaman:

Editor: Adrianus T. Jaya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x