Minyak Goreng Terancam Langka, Para Pengusaha Geram Terhadap Pemerintah

- 21 Agustus 2023, 10:33 WIB
Ilustrasi minyak goreng, Stok Minyak Goreng di Pasar Soreang Cepat Habis, Pedagang Keluhkan Pasokan Kurang Padahal Banyak Pembeli
Ilustrasi minyak goreng, Stok Minyak Goreng di Pasar Soreang Cepat Habis, Pedagang Keluhkan Pasokan Kurang Padahal Banyak Pembeli /Tangkapan layar Instagram @ranigrosirorganizer

OKE FLORES.com - Timbunan minyak goreng (minyak goreng) di titik-titik eceran terancam langka setelah pemerintah gagal membayar utang kepada kontraktor migran. Ancaman ini terungkap jelas saat konferensi pers Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo).

Jika selisih harga minyak atau rafaksi di bawah program satu harga pada 2022 tidak dilunasi, anggota Aprindo akan mengeluarkan ultimatum serius menuntut pengurangan pembelian minyak dari produsen.

Aprindo sepakat untuk menurunkan tagihan, mengurangi pembelian minyak goreng, menghentikan pembelian minyak goreng dari produsen, dan mengambil langkah menggugat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebagai upaya penyelesaian RUU untuk mendesak pemerintah.

Baca Juga: Polda Sumut Usut Gas Oplosan LPG Bersubsidi 3 kg, Mantan DPRD Sumut Jadi Tersangka

"Ini hasil dari meeting dengan 31 peritel. Jadi poin-poin ini bukan dari Aprindo," kata Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey, dalam konferensi pers, dilansir Pikiran-Rakyat.com Senin 21 Agustus 2023.

"Kami cuma menyampaikan dari pengusaha ritel bahwa akan ada pemotongan tagihan kepada distributor atau supplier minyak goreng dari perusahaan ritel kepada distributor minyak goreng," katanya lagi.

Roy menjelaskann letak kedongkolan para pengusaha ritel terhadap pemerintah. Dia mencontohkan, sejauh ini belum ada kepastian pembayaran selisih harga oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI.

Sehingga menurut pandangan Aprindo, kata Roy, akan menggugat utang sebesar Rp 344 miliar yang dibagi dua. Nilai tersebut diperoleh dengan menambah kerugian dari 31 perusahaan yang memiliki sekitar 45.000 toko dalam program divisi pada tahun 2022.

Akibatnya, para pengusaha ritel sepakat untuk mengurangi tagihan, mengurangi pembelian minyak goreng, berhenti membeli minyak goreng dari produsen, dan menempuh jalur hukum melalui perantara PTUN.

Namun, belum diketahui secara pasti kapan rencana pengurangan tagihan hingga berhenti membeli minyak goreng dari pabrikan ini akan dimulai.

"Justru yang saya mau sampaikan adalah saat ini Aprindo untuk poin 2, 3, 4 nggak bisa membendung. Kita nggak bisa menahan anggota. Bahkan penghentian pembelian minyak goreng oleh perusahaan peritel, bukan Aprindo," ujarnya.

"Terakhir kami dengar diharapkan Kemendag menyurati Kemenko Polhukam supaya difasilitasi urusan rafaksi. Nah mungkin surat itu belum diberikan oleh Pak Mendag [Zulkifli Hasan]. Dan satu kata, kami ingin sampaikan bahwa [pembayaran utang rafaksi] belum pasti," ucap Roy.

Alasan Kemendag

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan RI (Kemendag) meminta Kejaksaan Agung memberikan legal opinion terkait pembayaran utang pecahan minyak goreng tersebut. Memang alasan kebijakan Rafaksi yang tertuang dalam Permendag edisi 3/2020 sudah tidak berlaku lagi. Akibatnya, pembayaran kepada kontraktor ritel tidak dapat dilakukan.

Jaksa Agung keberatan dengan Departemen Perdagangan, mengatakan posisi hukum adalah bahwa pemerintah berkewajiban untuk membayar bagiannya dari utang tersebut. Tak terima dengan tanggapan Kejaksaan Agung tersebut, Departemen Perdagangan kemudian meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengaudit ulang hasil verifikasi Sucofindo.

Alasan Commerce menargetkan perbedaan nilai invoice yang dibagi antara verifikasi pihak terkait. Misalnya, klaim Sucofindo sebesar Rp474,8 miliar, tidak seperti split claim dari 54 produsen dan distributor senilai Rp812,72 miliar atau split claim akibat klaim dari 31 perusahaan ritel di bawah Aprindo senilai Rp344 miliar. ***

Editor: Adrianus T. Jaya

Sumber: Pikiranrakyat.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x