Proyek Pasar Rakyat dari Kementerian Koperasi dan UMKM di Manggarai Tinggalkan Utang

- 23 Februari 2024, 14:37 WIB
Ilustrasi utang.
Ilustrasi utang. /Pexels/Monstera Monstera/

OKE FLORES.COM - Proyek pembangunan pasar rakyat di Kabupaten Manggarai menyisakan utang piutang dengan kontraktor pelaksana.

Adapun proyek revitalisasi pasar rakyat yang bersumber dari Kementerian Koperasi dan UMKM ini terletak di Desa Ketang, Kecamatan Lelak, Kabupaten Manggarai, Provinsi NTT.

Dari informasi yang diterima media ini, proyek pasar rakyat ini mulai dikerjakan tahun 2019.

Baca Juga: Buntut Piutang Marselus Damat di Pemda Manggarai Belum Dibayar, DPRD Manggarai Sebut Pemda Tak Sigap

Proyek dengan nama paket Revitalisasi Pasar Rakyat yang dikelola oleh Koperasi di Daerah Tertinggal Perbatasan dan Pasca-bencana Tahun 2019 ini dikerjakan oleh CV Karisma Muliya Abadi.

Bukan tanpa alasan pengakuan kontraktor pelaksana, Direktur CV Karisma Muliya Abadi, Marselus Damat, memiliki piutang dengan Pemda Manggarai, hal itu diperkuat surat dari Kementerian dan DPA yang pernah diusulkan dan dibahas di DPRD kabupaten Manggarai.

Baca Juga: 10 Cara Mengenali Ciri-Ciri Orang yang Baik Disekitar Kita, Salah Satunya Keterbukaan

Dengan terbuka, Damat menyebut bahwa pihaknya telah mengerjakan proyek hingga selesai. Bahkan pasar rakyat yang dibangun dari dana APBN ini sudah beroperasi dan salah satu aset yang mendatangkan PAD bagi Pemerintah Kabupaten Manggarai.

Belum lagi, selama pengerjaan, kata Damat, dirinya harus berhadapan kondisi yang sangat sulit, berupa struktur tanah yang penuh dengan cadas. Hal inilah yang membuat pengerjaan itu harus molor dari kalender kerja yang telah ditentukan.

"Kontraknya mulai Agustus tahun 2019. Dalam kontraknya selesai pada 15 Desember 2019. Tapi dalam perjalanan waktu, saya mengalami hambatan teknis karena galian pondasinya lamban. Seperti cadas di sana. Itu memakan waktu lama dan tidak sesuai dengan schedule." kisah Damat.

Baca Juga: 10 Cara Mengenali Ciri-Ciri Orang yang Baik Disekitar Kita, Salah Satunya Keterbukaan

"Karena tidak selesai maka saya ditambahin waktu beberapa hari untuk selesaikan pekerjaan dan itu disepakati dengan PPK. Dia bilang [PPK.red] apakah Om Marcel bersedia kerja dengan sisa 5% yang belum dibayar. Maka saya jawab siap. Dibuatlah pernyataan dan selesai pada Januari dan PHO pada 10 Februari 2020," jelas Damat.

"Pada posisi 95% pada bulan Desember 2019 sesuai kontrak, dicairkan semua 95%, tapi kan dalam pencairan itu ada istilahnya garansi atau jaminan pemeliharaan. Jadi setiap kali APBN tadi dipotong 5% untuk garansi. Jadi masih tertahan uang saya 5% + fisik 5%. Jadi totalnya 10%. Itu uang belum terbayarkan oleh pemerintah tetapi pekerjaannya selesai." ungkap Damat.

Damat menjelaskan jika proyek yang ia kerjakan itu telah di PHO, baik administrasi maupun Fisik kegiatan.

Baca Juga: Dukung Perdamaian Palestina, Fadli Zon: Peran Parlemen sebagai Representasi dalam Memperjuangkan Keadilan

"Administrasi telah di PHO dan fisik pun di PHO. PHO administrasi maksudnya adalah semua dokumen mulai dari pembayaran pajak, pajak galian C. Semuanya di PHO dan sudah lengkap." jelas Damat lagi.

Marsel Damat mengakui jika pernah menuntut haknya kepada Ansel Aswal yang kala itu menjabat sebagai Kepala Dinas Koperasi UKM dan Tenaga Kerja.

"Saya nuntut hak saya ke Pak Ansel Aswal. Karena pekerjaan sudah selesai selanjutnya uang saya bagaimana? Ini APBN. Apa jawaban beliau? Kita tunggu jawaban dari Kementerian karena kita harus surat di Kementerian dulu." kisah Damat.

"Bersuratlah kementerian dan turunlah berita acara dari sana pemindahan aset ke pemerintah daerah. Diserahkanlah aset ke pemerintah daerah dan itu ada berita acaranya di Dinas." tambah Damat lagi.

"Terakhir Pak Bone bunduk usulkan ke pemerintah daerah yakni kepada bapak Heri Nabit tetapi tidak ada jawaban. Selesai begitu saja. Jadi ada niat dari mereka bahwa pemerintah masih ada utang kepada pihak ketiga yaitu kepada saya dan buktinya mereka usulkan. Dia bilang bahwa anggaran tidak ada dan itu porsi Tahun 2022. Saya kejar terus menuntut hak saya. Karena pekerjaan saya sudah selesai." kata Damat.

Baca Juga: 10 Cara Mengenali Ciri-Ciri Orang yang Baik Disekitar Kita, Salah Satunya Keterbukaan

Tak kunjung ada solusi terhadap masalah yang membelitnya, Damat pun sempat ketemu dengan Plt. Kepala Dinas Koperasi UKM dan Tenaga Kerja yang kala itu dijabat bernama Kons. Namun lagi-lagi ia belum berhasil mendapatkan hak nya itu, bahkan Kons mengarahkan Damat untuk berurusan dengan orang yang akan menggantikan dia.

"Saya nuntut dan berdebat dengan Kons waktu dia sebagai plt. Dia bilang bahwa Marcell saya ini hanya PLT 3 bulan saja, nanti setelah saya ini ada orangnya dan berurusan dengan dia saja. Setelah dia, maka terpilihlah Diki Jenarut jadi plt. Maka saya bertemu dia untuk diskusi karena prinsipnya saya menagih hak saya." ungkapnya.

Lalu, menurut Damat, aset pasar rakyat yang ia kerjakan telah dipakai oleh Pemerintah Daerah sebagai sumber PAD yang berasal dari retribusi, namun sisa haknya sebagai kontraktor pelaksana pembangunan pasar tersebut tak kunjung dibayar sebesar Rp72,457,910.00 dan jasa pengawasan yang juga belum dibayar sebesar Rp23.750.000.00.

"Kewajiban saya berupa retribusi galian C sudah dibayar semua. 24 juta saya bayar retribusi galian C ke daerah ini. Pajaknya juga ada. karena Dinas yang minta waktu itu. Sampai terakhir saya ke DPR. Apa alasan mereka? Meski ada satu surat dari Kementerian. Ada tidak surat itu? Saya kontak kementerian dan dari Kementerian ada penegasannya." ungkap Marsel Damat.

Baca Juga: Berikut 6 Olahraga yang Bisa Turunkan Berat Badan dengan Cepat

Lagi-lagi menurut Damat, proyek yang bersumber dari Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia ini telah diaudit oleh BPK, bahkan menurut Damat catatan dari BPK kala itu, ada sisa utang daerah yang harus dibayar.

"Dugaan saya ini ada konspirasi. Apa maksud mereka buat saya seperti ini," kata Damat.

Hingga kini, Damat masih bingung harus kemana lagi untuk mendapatkan keadilan atas sisa uang yang belum dibayar itu. Mestinya menurut Damat, sebagai pengguna Aset, Pemda Manggarai harus membayar uang sisa tunggakan yang belum dibayar sesuai surat dari Kementerian dan adanya DPA.

"Dalam perjalanan waktu sampai hari ini, munculah DPA, saya bilang bagaimana uang saya pa Bone sebagai PPK? Dia bilang buat surat, maka keluarlah surat permohonan pencairan dana sisa. Dia bilang bahwa tidak ada alasan untuk tidak bayar karena DPA sudah ada. Selama ini kalau DPA sudah ada maka dibayar. Ini tidak dan harus minta persetujuan Bupati untuk bayar. DPA itu kan ada tanda tangan bupati dan DPR, masa mereka tidak pertanggungjawabkan itu." tutup Damat.

Sementara, Plt. Kepala Dinas Koperasi UKM dan Tenaga Kerja, Frederikus Inasio Jenarut saat dikonfirmasi media ini, Kamis, 22 Februari 2024, menyebut bahwa secara administrasi persoalan piutang ini sudah dilimpahkan ke Bupati Manggarai.

"Memang kewenangan ini sebenarnya secara administratif saya sudah limpahkan kepada Pak Bupati." jelas Jenarut di ruangan kerjanya, pada Jumaat 23 Februari 2024.

"Kalau penjelasan teknisnya proyek ini TP tahun 2019. Jadi hampir tidak ada hubungan dengan dana APBD. Kemudian karena ada permintaan waktu itu, kami coba mengalokasikan dananya, tapi setelah itu kami buntu dasar pembayaran." tambah Jenarut.

"Karena ini proyek Pusat, sehingga jalan yang kami ambil kemarin adalah minta pemeriksaan khusus oleh Inspektorat dan hasil pemeriksaan inspektorat sama, tidak ada dasar untuk pembayaran, karena bukan utang daerah, sehingga saya punya kesimpulan terakhir  saya tidak bisa mengajukan pembayaran karena kalau saya bayar tanpa dasar maka saya bisa kena, karena ada kerugian negara membayar sesuatu yang tidak ada dasarnya."

Menurut Jenarut, pernah diusulkan di DPA karena ada permintaan waktu itu di Dewan. Karena kalau dimungkinkan untuk dibayar kita bayar. Tetapi setelah berjalannya waktu tidak ditemukan dasar untuk membayar karena persiapan pembayaran lingkungan itu harus punya dasar.

"Dan itu tidak ditemukan oleh pihak keuangan lalu sampai sekarang tidak bisa dibayar. Karena kontrak itu bukan dengan pemerintah daerah tapi dengan Kementerian, sehingga daerah belum bisa membayar." ungkap Jenarut.

"Muncul di DPA itu karena hasil kesepakatan di dewan Karena proyek itu pada tahun 2019, sementara saya masuk pada tahun 2022 dan saya dulu berasumsi pekerjaan dalam proses KDP."

"Tapi ternyata dia agak beda karena pertama itu dasarnya melanjutkan pekerjaan atau menyelesaikan di tahun berikutnya tapi kami juga tidak punya dasarnya. Kemudian dia kontraknya dengan siapa sehingga kesimpulan terakhirnya saya tidak bisa mengajukan permohonan pembayaran."

Dalil Jenarut, hingga tidak bisa membayarkan utang Damat sesuai surat dari kementerian bahwa di surat yang dikeluarkan oleh Kementerian itu berbunyi "dapat" yang artinya memenuhi syarat dia kontraknya dengan siapa.

"Jadi kesimpulan kami kalau ini tidak dapat dibayar karena tidak memenuhi syarat untuk pembayaran." ungkapnya.

Dikatakan Jenarut, karena yang diminta bayar itu adalah sisa pekerjaan, lalu siapa yang perintahkan dia untuk melanjutkan pekerjaan, yang sisanya kalau dia kontraknya dengan pemerintah pusat.
"Kita mau bagaimana." kata Jenarut.

Lagi-lagi Jenarut mengatakan jika dirinya mengalami kesulitan untuk membayar utang milik Damat lantaran tidak memiliki  syarat-syarat pembayaran.

"Saya ini kesulitan untuk membayar karena yang susahnya Itu adalah di syarat-syarat pembayaran oleh daerah. Karena yang diminta ini kan pekerjaan tahun 2020 karena sisa pekerjaan dari tahun 2019 yang tidak diselesaikan. dan pusat hanya membayar sesuai dengan kemajuan pekerjaan." jelasnya.

Menurut Jenarut, secara logikanya pengerjaan twrsebut tidak bisa dilanjutkan kecuali kalau dibuat kontrak baru.
"Itu yang dia kerja saya tidak tahu dengan dasar apa karena melanjutkan pekerjaan yang sudah final." jelasnya.

Jenarut mengakui jika posisi Dinas UMKM kala itu sebagai Pengguna Anggaran, sementara terkait dengan proses awalnya dirinya tidak ingat persis lagi.

"Karena saya pikir proyek itu sudah selesai." jekasnya.

Jenarut mengakui bahwa dirinya sudah pernah bersurat ke bupati Manggarai Heribertus G.L. Nabit terkait kordinasi masalah proyek ini.

"Saya sudah bersurat ke bupati lalu perintahnya nanti langsung koordinasi dengan dia saja. Karena itu tadi tidak memenuhi syarat untuk proses pencairan, karena kontrak dengan orang lain bagaimana kita mau bayar. Karena Ingat saya waktu itu permohonan pengajuan pencairan itu bukan dari saya tapi itu dari dewan, karena dia sudah lapor ke mana-mana lalu saya usaha untuk mengalokasikan." ungkapnya.

Menurut Jenarut jika pembayaran utang tersebut kembali mengusulkan ke Kementerian, maka dirinya harus bersurat dulu ke Pak Bupati Manggarai.

Untuk diketahui, proyek yang menyisahkan masalah utang piutang ini merupakan proyek dari kementerian Koperasi dan UMKM dengan nilai kontrak Rp.852.446.000.00. Sementara Lokasi pekerjaan di Pasar Rakyat Rejeng, Desa Ketang, Kecamatan Lelak, Kabupaten Manggarai, NTT. Pasar yang dibangun dari APBN itu diproses pemindahtanganan  melalui mekanisme hibah barang milik negara ke Pemkab Manggarai pada Desember 2020.***

Editor: Adrianus T. Jaya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah